Ramadan 1444 H dan Degradasi Akhlak Sosial

Ramadan 1444 H dan Degradasi Akhlak Sosial

Abdullah Idi Guru Besar Sosiologi UIN Raden Fatah Palembang--

Seperti diketahui, perilaku menyimpang dianggap sebagai tindakan tercela dan diluar batas toleransi. Namun suatu hal yang dianggap menyimpang diantara masyarakat yang satu dengan yang lainnya bisa berbeda. Penyimpangan sosial sendiri terbagi menjadi dua jenis: penyimpangan primer dan skunder. Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang bersifat sementara dan cenderung tidak berulang kembali.

Individu yang melakukan penyimpangan sosial ini masih dapat diterima secara sosial, karena hal yang dilanggar tidak terlalu berat dan belum sering melakukan tindakan penyimpangan.

Seperti ngebut di jalan karena ada kepentingan yang mendesak, membolos sekolah, dan melanggar peraturan lalu-lintas. Sedangkan penyimpangan sosial bersifat sekunder adalah perilaku yang dilakukan secara berulang  dan kategori pelanggaran berat karena masyarkat umumnya tidak menghendaki atau menolak jenis penyimpangan tersebut.

Misalnya, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang;   korupsi;  perampokan, penodongan, dan pembunuhan;  dan penjudi dan pemabuk.

Kenapa generasi muda/remaja menjadi perhatian penting? Soekarno, Bapak Proklamator, pernah mengatakan: “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”. 

Ucapan dan perhatian Bung  Karno tentang pemuda ini sebagai inspirasi dan energi positif bagi anak muda untuk bersatu dan bersinergi menciptakan kekuatan besar dalam  menghadapi persaingan global. Sinergi dan energi positif kalangan pemuda dapat membawa keuntungan bagi bangsa Indonesia ke depan  untuk menjadi negara kuat dan diperhitungkan dunia. 

BACA JUGA:UIN Raden Fatah Palembang dan Arab Saudi Sepakat Kerjasama Bidang Ini

Karenanya sangat tepat bila pembinaan SDM dan pendidikan generasi muda menjadi perhatian terdepan. Sekedar ilustrasi, Jepang, pada 1970-an, perekonomian mereka berada diperingkat ke-2  di bawah Amerika,  padahal mereka kalah perang sebelumnya. Saat itu, Jepang memiliki sangat banyak penduduk usia produktif. Namun terus menurun karena penduduknya menua, banyak yang lambat menikah, dan tidak punya anak. Lalu, pada 1990-an muncul Korea Selatan, bangkit setelah usai 40 tahun berperang.

Korea Selatan mulai bangkit dengan bonus demografi dimiliki. Sekitar sepertiga penghasilan orang tua di Korea Selatan diberikan untuk pendidikan anaknya. Negara Cina pada 1990-an mulai investasi besar-besaran di bidang pendidikan. Mereka banyak mendatangkan tenaga pengajar dari Amerika untuk memberi kuliah bagi anak-anak Cina di universitas. Pengalaman Taiwan pun sama, mewajibkan pendidikan bagi anak-anak Taiwan  hingga universitas. Orang tua Taiwan yang tidak melaksanakannya diberi sanksi hukum. 

Indonesia pun, terutama sejak adanya UU Sisdiknas No.14/2005 tentang Guru dan Dosen sudah tampak mulai memprioritaskan pembangunan sektor  pendidikan. Ke depan, pemerintah, masyarakat semua elemen lainnya perlu memiliki kesadaran kolektif terhadap pentingnya pendidikan  dan sumber daya manusia (human resources). Belajar dari pengalaman negara-negara maju (developed countries) di atas, tidak diragukan lagi bahwa pembangunan sektor pendidikan akan mereduksi berbagai bentuk penyimpangan sosial pada masyarakat.

Pemandangan keseharian dalam berbangsa dan bernegara tidak jarang adanya berita tentang beragam penyimpangan sosial di kalangan pemuda bahkan orang dewasa. Secara sosiologis, beberapa faktor  pendorong terjadinya perilaku menyimpang, antara lain: apa  yang dilakukan seorang ketidaksesuaian antara harapan dan kondisi sebenarnya (anomie);  adanya asosiasi diferensial berbeda;  pemberian julukan (labelling) sebagai  bentuk kontrol sosial yang dapat mendorong seorang melakukan perbuatan menyimpang;  sosialisasi tidak sempurna berdampak pada konflik internal dalam diri seorang berperilaku menyimpang--disintegrasi keluarga sebagai faktor utama penyebab sosialisasi tidak sempurna;  faktor dari dalam dimana individu ingin mempelajari bentuk penyimpangan dalam masyarakat;  dan sistem pengendalian sosial dalam masyarakat lemah—pelaku penyimpangan sosial tidak diberi hukuman yang dapat membuat efek jera. Memang perilaku menyimpang dipastikan tetap ada di tengah masyarakat, hanya saja level bisa berbeda.

Seperti tertera dalam Teori  Fungsi, Emile Durkheim, penyimpangan sosial  dapat disebabkan kesadaran moral setiap individu berbeda satu dengan yang lain, karena dipengaruhi  berbagai faktor berlainan:  keturunan, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Dikatakan Durkheim, perilaku menyimpang tetap ada kapanpun dan dimanapun yang  sulit dihilangkan. Tetapi, dengan adanya penyimpangan, moralitas dan hukum serta lembaga penegaknya dapat berkembang secara normal.

Perilaku menyimpang dalam pandangan Durkheim dapat memperkokoh nilai dan norma sosial; memperjelas batas-batas moral di masyarakat, mendorong perubahan sosial, dan melahirkan solidaritas masyarakat untuk menghadapi penyimpangan sosial. 

Dalam konteks puasa di bulan Ramadan dan penyimpangan sosial, ajaran Islam berpandangan bahwa generasi muda yang baik adalah yang berkarakter Ashabul Kahfi dan beriman,  yang akan mendapat kemuliaan dimata Allah. Dengan keyakinan dan  keimanan, seorang muslim akan selalu  diawasi oleh Allah  SWT dan merasa malu bermaksit kendatipun tidak ada manusia yang melihatnya. Rasulullah SAW bersabda: “Tak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari kiamat sampai selesai ditanya tentang empat perkara, yakni tentang umurnya, dihabiskan untuk apa;  tentang masa mudanya, dipergunakan untuk apa; tentang hartanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya apakah sudah diamalkan”. (HR. At-Tarmidzi).

Dalam Islam, usia 40 tahun dianggap sebagai usia yang istimewa, dianggap awal kemapanan seseorang. Bagi kaum Sufi, usia 40 tahun dianggap pintau gerbang menuju Allah SWT. Setelah melalui  fase kedewasaan, kaum muslimin memasuki fase persiapan menghadapi kematian, pada usia 60-70 tahun (HR. Muslim dan An-Nasa-i). Dalam Surat An-Nahl: 70 berbunyi: “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu. Dan diantara kamu ada yang paling lemah, supaya tidak mengethaui lagi  sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sungguh Allah  Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: