BPS Catat Angka Kemiskinan di Sumsel Menurun

BPS Catat Angka Kemiskinan di Sumsel Menurun

Salah satu pemukiman pendudukan di kawasan Rumah Susun Kota Palembang. Foto : edy/sumeks.co--

SUMEKS.CO, PALEMBANG - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan daftar provinsi dengan angka kemiskinan terbesar per Jumat 15 Juli 2022.

Dari data yang diumumkan tersebut menunjukkan angka kemiskinan di Provinsi Sumsel mengalami penurunan. Saat ini, Provinsi Sumsel berada di peringkat ke-10 yang sebelumnya, pada 2021 Sumsel berada di peringkat ke-8.

Persentase penduduk miskin periode Maret 2022 sebesar 11,90 persen turun 0,89 persen. Pada September 2021 sebesar 12,79 persen dan turun 0,94 persen poin terhadap periode Maret 2021 sebesar 12,84 persen.

BACA JUGA:Angka Kemiskinan Turun, HD Sebut 9 Kabupaten Perlu Penanganan Khusus

Sementara, jumlah penduduk miskin periode di Sumsel pada Maret 2022 sebesar 1.044,69 ribu orang turun 71,9 ribu orang. Periode September 2021 sebanyak 1.116,59 ribu orang dan turun 69,07 orang terhadap periode Maret 2021 sebesar 1.113,76 ribu orang.

Dari data BPS,  Papua dan Papua Barat masih tercatat sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Namun, jumlah penduduk miskin terbanyak justru berada di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Mengutip laporan BPS, Jumat (15/7/2022), tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret 2022 mencapai 9,54 persen, atau sekitar 26,16 juta orang.

BACA JUGA:Sektor Pertanian Dukung Ekonomi, Angka Kemiskinan Menurun

Jumlah itu menurun 1,38 juta orang dibanding Maret 2021, dimana angka penduduk miskin Indonesia mencapai 27,54 juta orang. Sementara dibandingkan September 2021 terpangkas 0,34 juta orang dari 26,5 juta orang.

Wilayah Indonesia Timur seperti Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT) membukukan prosentase penduduk miskin terbesar.

Berikut daftar 10 wilayah dengan prosentase kemiskinan terbesar:

1. Papua 26,56 persen

2. Papua Barat 21,33 persen

3. Nusa Tenggara Timur 20,05 persen

4. Maluku 15,97 persen

5. Gorontalo 15,42 persen

6. Aceh 14,64 persen

7. Bengkulu 14,62 persen

8. Nusa Tenggara Barat 13,68 persen

9. Sulawesi Tengah 12,33 persen

10. Sumatera Selatan 11,90 persen.

Namun, secara sebaran yang menjadi daerah dengan penduduk miskin terbanyak adalah Jawa Timur, sebanyak 4,181 juta jiwa. Diikuti Jawa Barat sebanyak 4,070 juta jiwa, diikuti Jawa Tengah sebanyak 3,831 juta jiwa.

Adapun daftar 10 wilayah dengan jumlah kemiskinan terbanyak sebagai berikut:

1. Jawa Timur 4,181 juta

2. Jawa Barat 4,070 juta

3. Jawa Tengah 3,831 juta

4. Sumatera Utara 1,268 juta

5. Nusa Tenggara Timur 1,131 juta

6. Sumatera Selatan 1,044 juta

7. Lampung 1,002 juta

8. Papua 922 ribu

9. Banten 814 ribu

10. Aceh 806 ribu jiwa.

Per Maret 2022, tolak ukur garis kemiskinan tercatat sebesar Rp 505.469,00 per kapita per bulan. Dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 374.455,00 (74,08 persen), dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 131.014,00 (25,92 persen).

Secara rata-rata, rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,74 orang anggota. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata sebesar Rp 2.395.923,00 per rumah tangga miskin per bulan.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret 2022 mencapai 9,54 persen, atau sekitar 26,16 juta orang.

BACA JUGA:Urbanisasi Penyebab Meningkatnya Angka Kemiskinan

Jumlah itu menurun 1,38 juta orang dibanding Maret 2021, dimana angka penduduk miskin Indonesia mencapai 27,54 juta orang. Sementara dibandingkan September 2021 terpangkas 0,34 juta orang dari 26,5 juta orang.

Menurut laporan BPS, Jumat (15/7/2022), jumlah orang miskin terbanyak berada di Pulau Jawa, yakni sebesar 13,85 juta orang. Penduduk kota menyumbang angka kemiskinan terbesar di Jawa, 7,93 juta orang.

Sementara jumlah penduduk miskin di desa berada di kisaran 5,92 juta orang.

Namun, jurang antara orang miskin dan orang kaya di Indonesia semakin lebar. Hal ini terlihat dari laporan terkait angka gini ratio per Maret 2022 yang mencapai 0,384. Itu lebih tinggi dibandingkan September 2021 yang sebesar 0,381.

BACA JUGA:Tekan Angka Kemiskinan jadi Prioritas

Gini ratio tertinggi ada di Yogyakarta dengan 0,439, dan paling rendah di Bangka Belitung sebesar 0,236.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan bisa ditekan ke angka 7,5 persen hingga 8 persen. Target angka kemiskinan ini sesuai dengan arahan Presiden dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan, tema RKP tahun 2023 adalah peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan kelanjutan.

“Penetapan ini didukung oleh hasil evaluasi kinerja pembangunan 2021 berbagai masukan penting pada forum konsultasi publik, rencana kerja pemerintah dan juga mengikuti perkembangan terkini isu-isu strategis baik di tingkat nasional maupun global,” kata Suharso dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2022, Kamis (20/4/2022).

Adapun tema dan sasaran pembangunan rencana kerja pemerintah di 2023 ditetapkan dengan arah kebijakan pembangunan yang meliputi percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, tingkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini kesehatan dan pendidikan, penanggulangan pengangguran disertai peningkatan kesempatan kerja.

Kemudian, mendorong pemulihan dunia usaha industri, revitalisasi industri, dan penguatan riset, pembangunan rendah karbon dan transisi energi sebagai respon terhadap perubahan iklim, percepatan pembangunan infrastruktur dasar antara lain air bersih dan sanitasi dan pembangunan ibukota Nusantara.

“Target pembangunan dan sasaran pada tahun 2023 yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3 - 5,9 persen, tingkat kemiskinan mudah-mudahan kita bisa tekan 7,5-8 persen, tingkat pengangguran terbuka 5,3 hingga 6 persen,” ujarnya.

Selanjutnya, rasio gini 0,375, indeks pembangunan manusia ditargetkan mencapai 73,31 persen, penurunan emisi gas rumah kaca 27 persen, serta indikator lainnya yaitu nilai tukar petani antara 103-105 persen dan nilai tukar nelayan 106-107 persen.

“Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yang sebesar 5,3 persen hingga 5,9 persen. Maka dari sisi pengeluaran pertumbuhan itu memerlukan dorongan konsumsi masyarakat yang diperkirakan dapat tumbuh 5,2 - 5,4 persen,” ujarnya.(edy/liputan6.com) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: