Adu Taring King Maker

Adu Taring King Maker

Ilustrasi --

Rivalitas internal ini sepertinya membuat Mega masih perlu pikir-pikir untuk bersikap. Namun, Mega sendiri sudah menegaskan di depan semua kader, jika siapa yang akan dipilih partai menjadi capres ada di tangannya. Dan dia meminta kader yang mencoba membuat manuver untuk segera angkat kaki dari partainya. 

Pernyataan ini dinilai sebagai teguran keras untuk Ganjar yang namanya memuncaki survei elektabilitas.  Ini memicu rivalitas internal PDIP.

Tapi PDIP sudah terlalu berpengalaman untuk bersikap sembrono. PDIP tentulah akan berhitung dengan cermat sebelum ngotot mengajukan Puan. Pada Pilpres 2014 dan 2019, PDIP juga bertindak realistis dengan mengusung Joko Widodo sebagai capres karena faktor elektabilitas. Meski sebelumnya, Megawati Soerkarnoputri lah yang akan didukung untuk maju kembali menjadi calon presiden.

 Berkat sikap realistis itulah, PDIP menikmati posisi sebagai partai penguasa selama satu dekade ini. Sebagai king maker berpengalaman, Megawati Sorkarnoputri tentulah tidak ingin gegabah menentukan capres. Karena resikonya, bisa jadi PDIP akan kehilangan “kekuasaannya”.

 Partai Menengah Jadi Penentu

Bagaimana dengan Jusuf Kalla? Mantan Wakil Presiden RI ke 12 dan 14 ini juga kerap muncul belakangan ini. JK tampak menyambangi kkediaman SBY di Cikeas dan berdialog.  Orang dekat JK di Dewan Masjid Indonesia (DMI) dikabarkan mendampingi Puan Maharani saat menunaikan ibadah umroh beberapa waktu lalu.

 Sejak era reformasi, JK dinilai sebagai politisi ulung dan negarawan yang berada di belakang layar. JK memiliki jaringan yang kuat di berbagai kalangan, elit politik, birokrasi, pengusaha, akademisi, tokoh agama, sampai ormas dan kepemudaan.  

 Pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, JK lah yang “mengkondisikan” Anies Baswedan ikut tampil dalam konstestasi itu menjadi calon gubernur. Jk mengaku mengusulkan pencalonan Anies dengan melobi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden PKS saat itu, Sohibul Iman, jelang penutupan pendaftaran pasangan bakal calon.

"Saya kenal baik dengan Anies, benar. Saya yang mendukung dia jadi calon gubernur, itu benar. Malam-malam, 12 jam sebelum penutupan, saya telepon Pak Prabowo dan Ketua PKS, semua setuju," kata JK dalam program “Special Interview with Claudius Boekan” yang diunggah di kanal YouTube BeritaSatu, Jumat (4/12). 

JK mengaku saat itu menelepon Prabowo dan Sohibul Iman dari New York, AS.

 JK mengatakan, melakukan itu karena dia melihat potensi bahaya jika Ahok yang memenangkan Pilkada DKI. Ahok saat itu terbelit kasus penistaan agama. Jika Ahok menang, maka efek negatifnya pun akan pula menyasar Presiden Jokowi. Namun, JK mengaku tidak ikut campur dalam proses Pilkada selanjutnya. Kemenangan Anies bukan atas campur tangannya, namun murni pilihan warga DKI sebagai pemilik suara. 

Apakah dia akan kembali mengusung Anies sebagai capres 2024? JK belum mau mengemukakannya secara terbuka. Namun, JK mencatat sebuah ironi menjelang Pilpres 2024 ini. Di mana katanya, partai besar tidak memiliki calon yang kuat secara elektabilitas. Sementara, calon yang kuat justru tak punya dukungan partai. 

Karena itulah, dia memprediksi, Pilpres 2024 justru akan ditentukan oleh partai papan tengah.

Namun, JK juga melihat jika saat ini setidaknya akan ada empat poros yang akan terbentuk. Yaitu PDIP- Gerindra-PKB,  Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar-PAN-PPP), dan Koalisi NasDem-PKS-Demokrat. 

Selain itu, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), PKPI, dan Partai Bulan Bintang (PBB), dan Hanura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: