“Klien kami tiba-tiba didakwa tanpa pernah diperiksa sebagai saksi maupun tersangka. Ini menunjukkan adanya rekayasa penanganan perkara dan pelanggaran serius terhadap hak-hak terdakwa untuk membela diri,” tegasnya.
Kuasa hukum, juga menyoroti ketidaksinkronan waktu antara surat perintah penyidikan dan peristiwa pidana yang didakwakan.
Setibanya di ruang sidang, terdakwa H Halim dikawal tim medis gabungan dari tim kejaksaan dan RS Siti Fatimah--Fadli
Surat perintah penyidikan disebut terbit pada Maret hingga Juli 2025, sementara jaksa mendalilkan perbuatan pidana terjadi hingga Agustus 2025.
Menurut penasihat hukum, secara logika hukum tidak mungkin surat perintah penyidikan diterbitkan lebih dahulu sebelum peristiwa pidana terjadi.
Atas dasar itu, tim penasihat hukum memohon majelis hakim mengabulkan eksepsi terdakwa dengan menyatakan surat dakwaan JPU tidak dapat diterima atau batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 KUHAP.
Mereka juga meminta, agar pemeriksaan perkara pokok tidak dilanjutkan dan berkas perkara dikembalikan kepada jaksa.
“Dalam mengadili perkara ini, kami mengingatkan majelis hakim pada amanat pembaruan sistem pemidanaan nasional, bahwa apabila terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan harus diutamakan,” tutup penasihat hukum.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda tanggapan JPU atas nota eksepsi yang diajukan terdakwa, yang diagendakan bakal digelar Selasa pekan depan.