Sebelumnya, dalam rilis resmi, Kajati Sumsel Dr. Ketut Sumedana menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari pengajuan kredit investasi kebun inti dan plasma oleh PT BSS pada tahun 2011, dengan nilai mencapai Rp760,856 miliar.
Dua tahun kemudian, WS yang juga menjabat sebagai Direktur PT SAL kembali mengajukan kredit investasi pembangunan kebun kelapa sawit senilai Rp677 miliar ke kantor pusat salah satu bank plat merah di Jakarta.
Hasil penyidikan mengungkap modus manipulatif yang dilakukan WS bersama pihak terkait, dengan memasukkan data dan dokumen fiktif dalam memorandum analisa kredit.
Fakta penyidikan menunjukkan, dugaan banyaknya persyaratan kredit yang tidak terpenuhi, mulai dari agunan yang tidak layak hingga kebun plasma yang tak terealisasi.
Tidak berhenti di situ, PT BSS juga mendapatkan tambahan fasilitas kredit pembangunan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) dan kredit modal kerja dengan total plafon mencapai Rp862,2 miliar.
Sedangkan PT SAL memperoleh fasilitas kredit hingga Rp900,6 miliar. Kini seluruh fasilitas tersebut berstatus macet total (kolektabilitas 5).
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Dr. Adhryansyah SH MH, menambahkan bahwa proses penyidikan kasus ini telah melibatkan lebih dari seratus saksi dan pengumpulan dokumen dalam jumlah besar.
“Dari hasil penyidikan, ditetapkan enam tersangka utama, yaitu WS, MS, DO, ED, ML, dan RA. Mereka diduga kuat melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP,” tegas Adhryansyah.
Dengan pemeriksaan lanjutan ini, Kejati Sumsel memastikan penanganan kasus kredit macet triliunan rupiah tersebut akan terus berjalan hingga seluruh pihak yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban hukum secara tuntas.