Kredit tersebut diduga disalurkan oleh salah satu bank besar, dan menimbulkan potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp1,3 triliun.
Sejumlah pejabat dan pihak swasta telah diperiksa sebelumnya, antara lain Sigit Wibowo, mantan Kadis Kehutanan Sumsel tahun 2012; FR, eks Kadis Perkebunan Sumsel periode 2012–2016; serta WS, Direktur PT BSS sekaligus Direktur PT SAL.
Penyidik juga memeriksa V, Direktur Keuangan PT BSS dan PT SAL; MS, Komisaris PT BSS; serta AI, mantan Kadishub Banyuasin tahun 2008.
Tidak hanya itu, manajemen PT Pinago Utama Tbk mulai dari Direktur Utama, Direktur Keuangan hingga General Manager Finance juga ikut dimintai keterangan.
Penyidikan pun telah berkembang dengan langkah penggeledahan di empat lokasi berbeda: kantor PT BSS dan PT SAL di Jalan Mayor Ruslan Palembang, kantor PT Pinago Utama di Jalan Basuki Rachmat Palembang, serta rumah pribadi salah satu saksi WS.
Aspidsus Kejati Sumsel, Dr Adhryansah SH MH beberapa waktunlalu mengungkapkan bahwa penyidik berhasil menyita uang tunai senilai Rp506,15 miliar yang diduga berasal dari penyimpangan fasilitas kredit.
"Penyitaan ini langkah awal penyelamatan kerugian negara. Penanganan perkara korupsi bukan hanya menetapkan tersangka, tapi juga memulihkan kerugian negara," tegas Adhryansah.
Selain uang tunai, penyidik juga telah memblokir sejumlah aset senilai sekitar Rp400 miliar yang direncanakan akan dilelang oleh negara.
Dengan begitu, total potensi penyelamatan kerugian negara sudah mendekati Rp1 triliun, dari estimasi total kerugian Rp1,3 triliun.
"Terkait penetapan tersangka, kami masih mendalami alat bukti yang ada dan segera mengambil langkah hukum yang diperlukan," tambahnya.
Kasus korupsi fasilitas kredit triliunan rupiah ini menjadi salah satu perkara terbesar yang pernah ditangani Kejati Sumsel.
Selain melibatkan nominal fantastis, penyidik menduga keterlibatan berlapis — mulai dari pejabat daerah, korporasi besar, hingga unsur perbankan — dalam skandal yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp1,3 triliun.