Bagi Rizal, ini merupakan bentuk akal-akalan yang dilakukan untuk menghindari kewajiban hukum dalam memberikan hak-hak normatif seperti pesangon, tunjangan masa kerja, dan jaminan sosial.
"Kalau seorang pekerja terus dikontrak selama satu dekade, itu bukan lagi pekerja kontrak. Hukum melihatnya sebagai pekerja tetap. Tapi yang dilakukan Hotel Beston justru seolah menyepelekan ketentuan tersebut," tegasnya.
Rizal juga menyebut bahwa upaya mediasi telah dilakukan sebelumnya, namun tidak menemui titik temu karena pihak manajemen hotel dianggap tidak kooperatif.
Oleh karena itu, langkah hukum pun diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak pekerja.
Menurutnya, kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi aparat pengawas ketenagakerjaan untuk menyelidiki praktik kontrak kerja di hotel tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya yang diduga melakukan pelanggaran serupa.
"Jika praktik semacam ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia kerja di Indonesia. Kami ingin menegakkan keadilan dan memberi pesan bahwa pekerja tidak boleh terus-menerus menjadi korban," tegasnya Rizal.
Rizal juga menyarankan, kepada para pekerja lain yang nasibnya serupa dengan Endang Wahyuni untuk berani Speak Up jangan takut untuk melaporkan ke pihak terkait.
Saat ini, gugatan Endang Wahyuni tengah menunggu proses persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Jika terbukti bersalah, Hotel Beston Palembang bisa dikenai kewajiban membayar pesangon, mengubah status pekerja, hingga sanksi administratif sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku.