BACA JUGA:Rekayasa Lalulintas Malam Tahun Baru, Berikut Rutenya, Antisipasi Kemacetan dan Kepadatan Kendaraan
Meniup terompet menjadi simbol kegembiraan, harapan baru, dan semangat menyambut tahun yang akan datang.
Meskipun bentuk dan konteksnya telah berubah, esensi dari tradisi meniup terompet tetap sama: sebagai penanda awal yang baru dan panggilan untuk introspeksi.
Makna dari meniup terompet pada malam tahun baru ternyata merupakan tradisi yang di bawa oleh orang Yahudi--
Suara terompet yang nyaring diharapkan dapat mengusir energi negatif dan mengundang keberuntungan di tahun yang baru.
Dengan memahami asal usul tradisi meniup terompet, kita dapat lebih menghargai makna di balik suara riuh yang mengiringi setiap pergantian tahun.
Tradisi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga cerminan perjalanan budaya dan spiritual manusia dari masa ke masa.
Lalu, bagaimana hukumnya bila seorang muslim merayakan tahun baru dengan meniupkan terompet sementara hal itu merupakan tradisi bangsa Yahudi?
Dalam sebuah artikel menyebutkan bahwa terompet termasuk benda yang tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW, karena meniru kebiasaan orang Yahudi.
Seorang yang mencintai Nabi Muhammad SAW dan membenci Yahudi tentunya akan lebih memilih petunjuk Nabi dari pada petunjuk Yahudi yang sesat.
Sementara itu, semua orang sadar bahwa membunyikan terompet tahun baru, hakikatnya adalah turut bergembira dan merayakan kedatangan tahun baru. Dan sikap semacam ini tidak dibolehkan.
Seorang mukmin yang mencintai agamanya, dan membenci ajaran kekafiran akan berusaha menghindarinya semaksimal mungkin.
Dengan demikian, membunyikan terompet di tahun baru berarti melakukan dua pelanggaran yaitu pertama, membunyikan terompet itu sendiri, yang ini merupakan kebiasaan dan ajaran orang Yahudi dan kedua, perbuatan ini termasuk turut memeriahkan hari raya orang non-Muslim.