Alih-alih menanggapi dengan sikap defensif, Kelwick memilih untuk membuka pintu masjid dan merangkul mereka dengan tangan terbuka.
Dalam pernyataannya kepada The Guardian, Kelwick mengatakan bahwa ia merasa penting untuk melakukan dialog dan menunjukkan kebaikan, meski risiko keselamatan mengintai.
“Kami mencoba membuka pintu dan menyambut dengan tangan terbuka, berusaha merangkul mereka sebagai sesama manusia,” ujar Kelwick.
BACA JUGA:Liga 3 Nasional, Persikota vs Belitong FC Diwarnai Ujaran Rasis
Ketika kerusuhan semakin memanas dan jumlah massa mencapai sekitar 400-500 orang, Kelwick dan pengurus masjid memutuskan untuk memulai dialog dengan 50 orang simpatisan.
Dalam tiga jam pertama, situasi sangat tidak aman, namun Kelwick tetap bersikeras untuk menjalin komunikasi dengan para pengunjuk rasa.
Sebagai bentuk pendekatan, Kelwick dan tim masjid memasak makanan dan membagikannya kepada massa yang protes.
Awalnya, sebagian besar pengunjuk rasa menolak keberadaan Kelwick, namun ia tetap berusaha untuk tersenyum dan menyapa mereka.
Akhirnya, salah satu dari kerumunan menerima makanan yang ditawarkan, dan dari situlah percakapan terbuka dimulai.
Kelwick percaya bahwa dialog terbuka adalah kunci untuk menjembatani kesalahpahaman dan membangun persaudaraan.
Dengan sikap penuh kasih, ia berupaya meluruskan hoaks yang telah menimbulkan kebencian dan kekerasan.
Insiden di Liverpool ini hanyalah satu dari serangkaian kerusuhan yang melanda Inggris akibat gerakan anti-imigran dan anti-Muslim.
Sebelumnya, kerusuhan juga terjadi di Sunderland, Southport, dan kota-kota lain.
Banyak masjid yang menjadi target serangan, dan hoaks mengenai pelaku kekerasan yang dihubungkan dengan imigran Muslim semakin memperkeruh suasana.