BACA JUGA:WNI Tewas dalam Kerusuhan Bangladesh, Ini Imbauan KBRI Dhaka dan Kontak Darurat
BACA JUGA:Pemakaman Lukas Enembe, Kerusuhan di Waena Papua Pecah, Ruko di Komplek Korem Dibakar Warga
Kerusuhan ini tidak hanya berdampak pada komunitas Muslim, tetapi juga menimbulkan ketegangan antar kelompok masyarakat.
Di Southport, misalnya, beberapa masjid dilempari batu bata, dan kendaraan polisi dibakar oleh massa yang marah.
Situasi ini memicu ketakutan di kalangan komunitas Muslim yang menjadi target kebencian.
Respons Pihak Berwenang dan Komunitas
Dalam menanggapi situasi yang semakin memanas, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London mengeluarkan imbauan kepada warga negara Indonesia (WNI) di Inggris Raya dan Irlandia untuk meningkatkan kewaspadaan.
Mereka diminta untuk menghindari kerumunan dan tempat-tempat yang berpotensi menjadi pusat demonstrasi.
Di sisi lain, Dewan Kepolisian Nasional Inggris melaporkan bahwa sejak kerusuhan bermula pada 30 Juli 2024, telah terjadi lebih dari 378 penangkapan secara nasional.
Beberapa penangkapan ini dilakukan di Southport, Sunderland, dan daerah lainnya, di mana protes berlangsung dengan kekerasan.
Perdana Menteri Keir Starmer menyebut kekerasan ini sebagai hasil dari ekstremisme sayap kanan, dan menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku.
Starmer juga menyatakan bahwa media sosial memiliki peran dalam menyebarkan disinformasi yang memicu kebencian dan kekerasan.
Peran Media Sosial dalam Memicu Kerusuhan
Aktivis sayap kanan seperti Stephen Yaxley-Lennon, yang dikenal sebagai Tommy Robinson, dituduh mempromosikan protes melalui media sosial dan menyebarkan hoaks yang memicu ketegangan.
Pemerintah Inggris menuduh perusahaan media sosial tidak berbuat cukup untuk menghentikan penyebaran informasi palsu.
BACA JUGA:Penggemar UAS Diamankan Polisi Usai Sebarkan Berita Hoaks Terkait Kerusuhan Rempang