PALEMBANG, SUMEKS.CO - Marbun Damargo saksi sidang kasus korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan di Jogjakarta, menceritakan awal dibentuknya kepengurusan Yayasan Batanghari Sembilan bermodalkan uang Rp10 ribu.
Saksi Marbun, yang merupakan ASN Kabid pengelolaan aset pada BPKAD Sumsel berdasarkan dokumen mengatakan Yayasan didirikan pada tahun 1952.
Dihadapan majelis hakim Tipikor PN Palembang, Senin 29 Juli 2024 ia menerangkan pendirian Yayasan Batanghari Sembilan merupakan atas inisiasi dari unsur-unsur pemerintah provinsi Sumatera Selatan.
"Yang mana dalam hal ini Gubernur Sumatera Selatan selaku kepala daerah pada saat itu," terang saksi Marbun.
BACA JUGA:Sidang Korupsi Penerbitan Sertifikat Yayasan Batanghari Sembilan Yogyakarta, Jaksa Hardirkan 5 Saksi
Termasuk juga, kata saksi Marbun ada anggota DPD Sumsel Ali Hanafiah, Raden Ahmad Nadjamuddin selaku Bupati serta masih banyak lagi pejabat-pejabat yang lainnya saat itu.
Pada saat itu, lanjut saksi Marbun modal awal yang diserahkan oleh pihak panitia kemerdekaan kepada pengurus yayasan yang akan didirikan sebesar Rp10.000.
"Uang Rp10.000 itu dikumpulkan oleh pengurus dari sumbangan masyarakat, termasuk juga dikumpulkan dari panitia HUT kemerdekaan saat itu," ungkap saksi Marbun.
Uang itu, lanjutnya dilaporkan oleh panitia untuk modal awal tiga aset termasuk diantaranya aset Yayasan Batanghari Sembilan yang ada di Jogjakarta berupa asrama mahasiswa.
Sebagaimana perintah gubernur saat itu, kata Saksi Marbun tujuan mendirikan asrama mahasiswa di Jogjakarta agar mahasiswa Sumsel yang menempuh pendidikan disana mendapat tempat tinggal.
"Tidak hanya di Jogjakarta saja, tapi juga di tempat-tempat lain," ujarnya.
Lebih lanjut diceritakan Marbun, permasalahan terjadi ketika beberapa perwakilan mahasiswa Sumsel di Jogjakarta melakukan aksi demo karena asrama yang merupakan aset dari Yayasan Batanghari Sembilan dijual kepada Yayasan Muhammadiyah Jogjakarta.