Mengingat, PT Bukit Asam sebagai AP BUMN layaknya secara hukum sama dengan perseroan terbatas pada umumnya, sistem hukum itu harus dipercaya, karena seluruh
perusahaan swasta pada umumnya juga tidak pernah menggunakan mekanisme publik untuk menjamin terselenggaranya kegiatan perseroan.
Paradoksal yang Dipelihara
Menganggap PT Bukit Asam yang merupakan AP BUMN sebagai perusahaan negara dan sebagai badan publik merupakan paradoksal yang dipelihara di negara ini, bahkan mengandung kekhilafan yang mutlak (absoluut error).
Selain menimbulkan ketidakpastian hukum, juga menimbulkan praktik parasit birokratik dalam suatu korporasi.
Kecenderungan ini dipelihara tidak hanya oleh aparat penegak hukum dan auditor, tetapi juga oleh akademisi yang menganggap keuangan negara mengalir sampai jauh tanpa ada batas hukumnya.
Secara hukum, apabila PT Bukit Asam sebagai AP BUMN merupakan perusahaan negara dan pengelola keuangan negara, sudah seharusnya AP BUMN dijalankan dengan model birokrasi negara dengan sistem kepegawaian negara dan dibebankan pada APBN.
Pada kenyataannya, semua sistim itu tidak pernah diterapkan dalam PT Bukit Asam sebagai AP BUMN.
Di sinilah terjadi paradoksal yang dipelihara, karena PT Bukti Asam sebagai AP BUMN terus diasumsikan dan dianggaplah sebagai bagian dari keuangan negara karena aliran uang
negara dapat mengalir sampai jauh, sehingga terjadi paradoksal yang hanya terjadi di Indonesia "keuangan negara dan kerugian negara dapat berbentuk hak dan kewajiban apapun, baik dalam lapangan hukum publik atau lapangan hukum perdata".
Kerugian dalam Tindakan Akuisisi oleh PT Bukit Asam
Dugaan kerugian tindakan akuisisi dalam AP BUMN, merupakan kerugian perseroan karena karakter hukumnya sebagai perseroan terbatas, juga sesuai dengan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020, dapat menjadi kerugian negara apabila AP BUMN menerima dan menggunakan fasilitas negara.
Adanya SEMA Nomor 10 Tahun 2020 secara teori hukum keuangan publik tepat, karena dalam hal AP BUMN menerima dan menggunakan fasilitas negara, terdapat jelas adanya uang, surat berharga, dan barang yang masih berstatus hukum milik negara dan dipertanggungjawabkan dengan mekanisme keuangan negara.
Misalnya, AP BUMN menerima dan menggunakan fasilitas dalam bentuk pembebasan.pajak, subsidi langsung, atau pemotongan pajak tertentu dalam transaksi kegiatan usahanya.
Atau bentuk barang seperti Gedung dan tempat usahanya masih menggunakan Gedung milik negara yang tidak membayar sewanya.