Abdoel Rivai menerbitkan majalah dwi mingguan bernama Pewarta Wolanda pada tahun 1990.
BACA JUGA:The First Muslimah Nurse, Kisah Sahabat Wanita yang Menjadi Perawat Pertama dalam Sejarah Islam
BACA JUGA:Zombie dalam Sejarah Islam? Ini Dia Tokoh Penting dari Afrika Barat yang Mengajarkan Cara Menambang
Sebagai seorang alumni lulusan Belanda, pendidikan ala politik etis benar-benar telah berhasil membentuk jati diri bergaya barat pada Abdoel Rivai.
Penerbitan Pewarta Wolanda dalam bahasa Melayu ditujukan Abdoel Rivai untuk mendekatkan bangsa pribumi dengan bangsa toewannja, penguasa kolonial Belanda.
Majalah ini dirancang untuk diedarkan diantara para penguasa pribumi, pegawai negeri, dan kaum terpandang.
Pewarta Wolanda juga mencoba meyakinkan para orang tua agar anak-anak mereka dikirim untuk mendapat pendidikan di Belanda.
BACA JUGA: Pecinta Kucing Merapat! Yuk Ketahui Asal Usul Julukan ‘Bapak Kucing’ untuk Ulama dari Nabi SAW
Bahkan pada tahun 1901, Abdoel Rivai mengeklaim agar rakyat Hindia-Belanda harus menghadapkan wajah mereka untuk beribadah tidak lagi ke Ka’bah.
Mereka harus merubah haluan dengan menghadap ke Den Haag yang disana Ratu Belanda naik tahta.
Melihat hal ini, sosok Abdoel Rivai jelas-jelas telah mengabaikan agamanya yaitu islam yang menolak segala sesembahan selain Allah.
Abdoel Rivai kemudian bertemu dengan rekannya yang merupakan seorang mantan tentara Belanda bernama Clockeners Broussons.
BACA JUGA:Mengenal Sosok Ulama Berpengaruh di Palestina dan Ditakuti Zionis Israel
Keduanya mendirikan majalah baru bernama Bendera Wolanda, namun media tersebut tidak bertahan lama karena masalah finansial.