Hal tersebut terjadi setelah kejatuhan Gowa dan Tallo ke tangan VOC lewat perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Syekh Yusuf Al-Makassari pun memutuskan hijrah ke Banten karena saran-sarannya kepada penguasa untuk menegakkan agama islam tidak dipedulikan.
Ketika Syekh Yusuf berada di Banten, beliau bertemu sahabat yang dikenal saat menimba ilmu di Jazirah Arab.
Sahabatnya mendapat gelar Abu Fath Abdul Fattah dari Makkah yang ketika hijrah ke Banten membuatnya diangkat menjadi sultan.
Nama dan gelarnya sangat masyhur hingga hari ini yaitu Sultan Ageng Tirtayasa, ia menikahi putri sultan dan menduduki posisi sebagai mufti kesultanan Banten.
Dari sumber-sumber Belanda menyebutkan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa menjadi opperpriester atau hoogenpriester yaitu pendeta tertinggi.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan pemimpin yang shaleh dan sangat memedulikan perintah-perintah agama.
Dengan begitu, Sultan Ageng Tirtayasa senantiasa meminta fatwa dan nasihat kepada Syekh Yusuf al-Makassari.
BACA JUGA:Seniman Manga Jepang Ramai Bikin Karakter Handala Karya Seniman Palestina, Ternyata Ini Tujuannya?
Syekh Yusuf juga menulis mengenai pujiannya kepada Sultan Ageng dalam kitabnya yaitu Zubdat al-Asrar fi Tahqiq Ba’d Masyarib al-Akhyar.
Masalah pun melanda ketika putra mahkota justru semakin akrab dan erat hubungannya dengan VOC.
Puncaknya ialah kekalahan Sultan Ageng Tirtayasa yang langsung digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Sultan Haji.
Melihat hal tersebut, Syekh Yusuf Al-Makassari tidak sudi untuk mengabdi pada pemimpin yang pro terhadap penjajah.
BACA JUGA:Disuruh Baca Maps Malah Nyasar? Perempuan Satu Ini Justru Pencetus Sistem GPS Pertama di Dunia
Syekh Yusuf al-Makassari pun mengambil jalan gerilya dan perjuangannya sampai wilayah Sukapura yang saat ini bernama Tasikmalaya.