SUMEKS.CO - Kontroversi mengenai perayaan malam tahun baru Masehi memang dialami setiap tahun, khusus bagi umat Islam.
Dari berbagai posting di media sosial, beredar informasi bahwa tahun baru Masehi merupakan tahun baru untuk non Muslim yang merepresentasikan budaya Barat.
Oleh sebab itu, dirasa penting memaksimalkan upaya dalam mempelajari sejenak apakah tahun Masehi memang identik dengan tahun kafir?
Literasi paling awal merujuk pada Ensiklopedia Britannica, catatan paling awal mengenai festival Tahun Baru Masehi bermula setidaknya dari tahun 2000 SM Mesopotamia.
BACA JUGA:Tradisi Unik Perayaan Tahun Baru di Jepang, Ada Mitos Membunyikan Lonceng 108 Kali
Peradaban Mesopotamia merupakan peradaban tertua di dunia, wilayahnya yang membentang dari dua sungai besar Eufrat hingga Tigris, kini dikenal sebagai Irak.
Di wilayah Mesopotamia, tepatnya di kota Babilonia terdapat kondisi di mana kota Babilonia mempunyai hari perayaan tahun baru (Akitu)
Perayaan Akitu sendiri merupakan perayaan besar-besaran bagi masyarakat di kota Babilonia untuk merayakan festival keagamaan yang dilakukan selama 11 hari penuh.
Untuk menentukan tahun baru mereka melihat perputaran musim, yaitu dimulai saat bulan baru setelah musim semi ekuinoks.
Musim semi ekuinoks sendiri merupakan dua momen dalam setahun ketika Matahari tepat berada di atas Khatulistiwa.
Nah, jatuhnya musim semi ekuinoks dibelahan bumi bagian Utara yaitu pada pertengahan bulan Maret, sedangkan dibelahan bumi bagian Selatan masuk pertengahan bulan September, atau musim gugur.
Bagi peradaban Mesir, Fenisia, dan Persia, tahun baru dimulai saat titik balik matahari musim gugur yaitu pada 21 September.
Berbeda lagi untuk peradaban Yunani, mereka justru menetapkan pada awal tahun dimulai saat titik balik matahari terjadi ketika musim dingin yaitu 21 Desember.
BACA JUGA:BNI Tetap Berikan Pelayanan Terbatas Libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024, Ini Jadwal Lengkapnya
Lantas, peradaban mana yang menetap hari tahun baru jatuh pada 1 Januari?
Dalam kalender republik Romawi, tahun baru awalnya dimulai pada tanggal 1 Maret, tetapi setelah tahun 153 SM, tanggal resminya diubah menjadi 1 Januari , yang dilanjutkan dalam kalender Julian tahun 46 SM.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang memulai perayaan untuk tahun baru adalah orang-orang Babilonia, dan yang membuat malam tahun baru jatuh pada 1 Januari awalnya dari bangsa Romawi.
Selanjutnya masuk pada abad pertengahan, sebagian besar umat Kristiani di Eropa menganggap tanggal 25 Maret adalah Hari Raya Kabar Sukacita , dianggap sebagai awal tahun baru, meskipun Hari Tahun Baru diperingati pada tanggal 25 Desember di Inggris Anglo-Saxon.
BACA JUGA:Polri Beri Tips Nikmati Libur Natal dan Tahun Baru dengan Nyaman, Aman dan Selamat
Inggris Anglo-Saxon sendiri merupakan istilah untuk Inggris pada awal abad pertengahan, yang berdiri dari abad ke-5 Masehi sampai ke-11 Masehi dari akhir Britania Romawi sampai penaklukan Norman pada 1066 Masehi.
Namun demikian, William Sang Penakluk pernah memutuskan bahwa tahun baru dimulai pada tanggal 1 Januari, namun Inggris kemudian bergabung dengan umat Kristen lainnya yang mengadopsi tanggal 25 Maret.
Kalender Gregorian , yang diadopsi pada tahun 1582 oleh Gereja Katolik Roma.
Kalender Gregorian merupakan kalender yang digunakan di hampir sebagian besar belahan dunia. Kalender ini mulai berlaku pada bulan Oktober 1582 setelah banteng kepausan Inter gravissimas dikeluarkan oleh Paus Gregorius XIII. Kalender ini merupakan modifikasi dan pengganti kalender Julian.
Setelah itu Tahun Baru yang jatuh pada 25 Maret berganti lagi pada tanggal 1 Januari sebagai Hari Tahun Baru.
Kemudian barulah sebagian besar negara-negara Eropa secara bertahap mengikuti: Skotlandia , pada tahun 1660; Jerman dan Denmark , sekitar tahun 1700; Inggris, pada tahun 1752; dan Rusia , pada tahun 1918.
Namun demikian tahun baru akan berbeda tanggal jika dipisah dari agama dan budaya, contohnya saja kalender agama Yahudi , misalnya, Tahun Baru dimulai pada Rosh Hashana , hari pertama bulan Tishri, jatuh antara tanggal 6 September dan 5 Oktober.
Begitu juga dengan Kalender Muslim misalnya, biasanya memiliki 354 hari dalam setiap tahun, dengan tahun baru dimulai dengan hari bulan Muharram.
BACA JUGA:Siap Menyambut Pergantian Tahun? Inilah Beberapa Tips Menyusun Resolusi Tahun Baru 2024
Sedangkan Tahun Baru Imlek dirayakan secara resmi selama satu bulan yang dimulai pada akhir Januari atau awal Februari.
Nah, begitu juga dengan budaya, misalnya budaya Asia lainnya merayakan hari Tahun Baru tersebut pada waktu yang berbeda-beda sepanjang tahun.
Di India bagian Selatan, orang Tamil merayakan tahun baru pada titik balik matahari musim dingin; Orang Tibet memperingati hari itu di bulan Februari; dan masuk Thailand hari ini dirayakan pada bulan Maret atau April .
Sedangkan orang Jepang mengadakan perayaan tiga hari pada tanggal 1–3 Januari.
BACA JUGA:Anti Ngebosenin! 8 Ide Acara Tahun Baru di Rumah Bareng Keluarga, Nomor 5 Paling Kreatif
Itulah tadi sejumlah budaya yang masing-masing memiliki hari Tahun Baru. Tidak merujuk pada agama dan Tahun Masehi.
Perlu diketahui bahwa bangsa Romawi mendapatkan nama bulan Januari dari dewa mereka Janus, yang memiliki dua wajah, satu menghadap ke belakang dan satu lagi menghadap ke depan.
Nah, biasanya orang-orang Eropa, setelah merayakan malam tahun baru mereka kemudian membuat resolusi untuk melepaskan diri dari kebiasaan buruk dan menerapkan kebiasaan yang lebih.
Di samping itu, selain melakukan perayaan dengan pesta dan membuat resolusi, mereka juga memakan makanan simbolis. Banyak orang Eropa, misalnya, memakan kubis atau sayuran lainnya untuk menjamin kemakmuran di tahun mendatang.
BACA JUGA:Natal dan Tahun Baru 2023/2024, Operasi Lilin Musi Polda Sumsel Digelar Selama 12 Hari
Berbeda dengan orang-orang di Amerika Selatan, mereka lebih menyukai kacang polong yang merupakan simbol keberuntungan.
Di seluruh Asia, khususnya Thingkok, mereka mempunyai makanan khusus seperti pangsit, mie, dan kue beras. Seperti halnya mie dengan penampilannya melambangkan umur panjang, kebahagiaan, kekayaan, dan keberuntungan.
Selain makan-makan, pertemuan dengan teman dan kerabat juga menjadi hal yang tak boleh terlewati di malam Tahun Baru.
Tingkat paling meriah dari perayaan malam Tahun Baru biasanya jadi pertemuan publik, seperti pada Times Square di kota New York atau di Lapangan Trafalgar London.
BACA JUGA:Hati-Hati Tasyabbuh, Bolehkah Umat Islam Ikut Merayakan Tahun Baru Masehi?
Pertemuan publik pasti akan menarik banyak orang. Mereka akan berkumpul dan melakukan hitungan mundur hingga jatuhnya bola elektronik di Times Square untuk menandakan saat yang tepat dimulainya tahun baru disiarkan di televisi di seluruh dunia.
Namun demikian, banyak juga yang menandai Tahun Baru dengan perayaan keagamaan, seperti misalnya pada Rosh Hashana.
Biksu Buddha juga diberikan hadiah pada hari itu, dan Umat Hindu memberikan persembahan kepada para dewa. Di Jepang, kunjungan kadang-kadang dilakukan ke kuil Shinto para dewa pelindung atau ke kuil Buddha. Orang Tiongkok memberikan persembahan kepada dewa perapian dan kekayaan serta kepada leluhur.
BACA JUGA:Kapolda Sumsel Larang Perayaan Pergantian Tahun Baru 2024 Berlebihan, Akan Razia Kembang Api
Nah, dari sejarah panjang perayaan malam Tahun Baru hingga ditetapkan pada 1 Januari, Islam tidak pernah ikut andil apalagi sampai ikut berpartisipasi dalam perayaannya. Oleh sebab itu bagi umat Muslim sebaiknya tidak ikut merayakan malah Tahun Baru Masehi.(*)