BACA JUGA:WAW! Cadangan Emas di Provinsi Bengkulu Jamin Kehidupan Warganya Lebih dari 7 Turunan
Keempat anak Raffles dimakamkan di kompleks pemakaman Inggris di Jalan Veteran, Kebun Jitra, Kota Bengkulu, tidak jauh dari Benteng Marlborough.
Tercatat sebanyak 709 orang warga Inggris meninggal dunia di Bengkulu, saat Inggris menduduki Bengkulu periode 1685-1824. Hanya saja hanya ada 53 batu nisan yang berhasil ditemukan.
Perlu diketahui, Bengkulu memiliki sejarah yang berbeda ketimbang kawasan lain di Indonesia. Sebab wilayah ini sesungguhnya berupa bekas koloni Inggris periode 1685-1824.
British East India Company (EIC) membangun pusat perdagangan lada dan garnisun di Bengkulu pada 1685.
Kemudian, diakuisisi oleh Belanda sejak Traktat Inggris-Belanda pada Maret 1824. Ibarat tukar guling, Belanda mendapatkan Bengkulu. Sedangkan Inggris mendapatkan Singapura.
Dirangkum dari berbagai sumber, tahun 1624, Belanda sebenarnya sudah mengincar Provinsi Bengkulu.
Pendudukan Bengkulu sebenarnya dimulai saat Belanda (VOC) pada tahun 1682 mampu mengungguli Inggris (East India Company atau EIC).
Khususnya setelah terjadi kesepakatan antara VOC dengan Kerajaan Banten terkait perdagangan rempah-rempah.
Kondisi ini mengharuskan EIC keluar dari Jawa dan mencari daerah baru yang secara politik dan militer menguntungkan mereka dalam hal perdagangan rempah-rempah.
Sejatinya Raffles telah menjejakkan kakinya di Fort Marlborough Bengkulu itu pada 19 Maret 1818, dan Sir Stamford Raffles pun dilantik menjadi gubernur.
Dia bertugas sebagai Gubernur Jenderal dalam kurun waktu 1818 sampai 1824. Bisa jadi hatinya ciut ketika baru tiba dan mendapati kota yang dalam keadaan yang porak-poranda akibat gempa hebat yang terjadi di Bengkulu.
Raffles percaya bahwa Inggris perlu mencari jalan untuk menjadi penguasa dominan di wilayah ini. Salah satu jalan ialah dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Malaka.
Pelabuhan Inggris yang sudah dulu ada yaitu Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka, sedangkan Bengkulu menghadap ke Samudra Hindia.