Etika Terhadap Alam Lingkungan Wujud Keimanan Manusia

Senin 02-10-2023,09:32 WIB
Reporter : Dr. Syefriyeni, M.Ag
Editor : Rahmat

Manusia boleh mengambil ikan di laut, untuk keperluannya, namun tidak dieksploitasi, sehingga habitat laut terganggu.

Cara memanennya pun tidak dengan ledakan, yang membuat air laut tercemar. Manusia juga boleh mengambil hasil hutan, kayu, daun, ranting, dan lainnya untuk pembangunan tempat tinggal, perabot rumah tangga dan seterusnya.

Namun tidak dengan cara dieksploitasi semena-mena, sehingga keseimbangan hutan terganggu, dan habitat di dalamnya juga terganggu.

Manusia pun juga boleh memanfaatkan binatang ternak, atau menternakkan binatang, mengambil manfaatnya, namun dengan cara-cara yang wajar dan menjaga keseimbangan alam lingkungan. Manusia juga boleh memanfaatkan bumi dengan hasil tambangnya sebatas keperluan, dengan tetap memperhitungkan keseimbangan dan tidak berlebih-lebihan.

Manusia dan alam, satu sama lain bukan dipandang atau dipahami sebagai dua bagian yang terpisah. Melainkan dipahami sebagai satu kesatuan yang tak dipisahkan. Manusia tidak bisa berdiri sendiri.

Manusia “tergantung” kebutuhannya kepada alam. Maka sejatinyalah manusia menghargai alam. Memandang alam sebagai bagian dari manusia, atau setara dan sama dengan manusia.

Sakitnya alam, sakit juga manusia. Rusaknya alam, rusak juga manusia. Jika udara sakit, atau tercemar, maka manusia juga sakit. Jika alam kering kerontang, maka manusia juga sakit dan kelaparan. Maka memahami alam dengan prinsip-prinsip humanisme ekologis, adalah menghargainya menyayanginya, untuk balik kemanfaatannya kepada manusia juga. 

BACA JUGA:Prediksi Terbaru BRIN, Cuaca Panas Mendidih Karena Fenomena El Nino Baru akan 'Menjinak' Hingga 2024?

Henryk Skolimowski, seorang pemikir Barat kontemporer dan pecinta alam yang menyadari hal ini, menyatakan bahwa ‘humanisme ekologis’ itu, menghendaki perluasan konsep ekologi.

Hingga mencakup keseimbangan manusia, dimana dunia alamiah diberi ‘nilai’ yang sama dengan dunia manusia. Keseimbangan ekologis menjadi suatu bagian dari keseimbangan manusia.

Hal tersebut merupakan pengembalian cara pandang dan kesadaran yang utuh tentang manusia dan alam, yang merupakan aspek-aspek satu dengan lainnya. (Henryk Skolimowski, Eco-Philosophy: Designing New Tactics for Living, 75).

Selama ini sebagian kita, masih berpandangan bahwa alam lingkungan adalah sesuatu yang terpisah dari diri kita. Sesuatu yang terlalu jauh dengan diri kita, sehingga cenderung menjadikan alam sebagai pemuas keinginan kita, alam diekspoitasi, alam dikeduk, alam diganggu, alam lingkungan pohon dibakar.

Bahkan ada gunung-gunung yang sudah bolong-bolong karena diambil hasil buminya secara berlebihan. Tanpa sadar, sesungguhnya sikap laku itu semua akan berdampak kepada manusia itu sendiri.

BACA JUGA:Ini 4 Bahaya Petaka El Nino, Fenomena Iklim yang Menyebabkan Penurunan Curah Hujan di Indonesia

Apa saja yang ada di alam, di laut ada ikan dan lain sebagainya, tatkala diekslopitasi, dimanfaatkan secara berlebih-lebihan dan dengan cara yang bukan alami, maka manusia jua yang akan menanggung dampaknya.

Pengulangan pemanfaatan alam tidak dengan cara yang wajar, pembakaran hutan, pembakaran lahan gambut, tatkala asap sudah kemana-mana, manusia juga yang akan menanggung dampaknya. Sebagaimana ayat;

Kategori :