Selain berburu, warga SAD di Muratara juga menjual sawit brondol yang jatuh ke tanah. Mereka pungut, lalu jual.
Beda dengan warga SAD di Provinsi Jambi yang rata-rata beralih profesi jadi pekerja di perkebunan.
“Karena itu mereka banyak tabungannya. Juga sudah dapat rumah, dapat lahan, sampai presiden turun langsung.
BACA JUGA:Sambangi Warga Suku Anak Dalam, Kapolres Muratara Sampaikan Permintaan Ini
Kalau di Muaratara, tidak ada perhatian untuk kami,” cetusnya.
Jafarin menambahkan, kalau saja ada bantuan lahan dan rumah seperti warga transmigrasi untuk warga SAD, banyak dari mereka yang mau berhenti melangun (berpindah-pindah).
Mereka juga ingin punya kehidupan yang lebih baik, terjamin dan bermasyarakat.
Punya tempat tinggal yang jelas, penghasilan tetap.
Apalagi, saat ini kehidupan nomaden yang masih mereka lakoni makin sulit.
Hutan sudah banyak jadi areal perkebunan atau pertambangan.
Jumlah satwa buruan makin sedikit. Salah satu indikasi, dulu mereka bisa dapat rusa tiap hari.
Sekarang sudah sangat langka.
Sering warga SAD diusir saat berburu di areal perkebunan milik perusahaan.
Tidak ada jaminan kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan lainnya.