Kata Jafarin, sekitar 3.000 orang warga SAD ini masih hidup nomaden.
Seperti di wilayah Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit.
Dari sekitar 60 kepala keluarga (KK), sudah 20 KK yang memiliki menetap, mendirikan rumah.
Sementara 40 KK lainnya masih bertahan di pondok yang terbuat dari terpal.
Tinggal di areal hutan, belum membaur dengan warga sekitar. Berpindah-pindah.
“Mencari penghidupan dengan cara berburu satwa liar seperti babi, rusa, ular, labi-labi, dan biawak,” jelasnya.
Ceritanya, untuk rusa, dagingnya laku dijual Rp150 ribu per kilogram. Babi hutan Rp20 ribu per kilogram.
Labi-labi atau bulus Rp15 ribu per kilogram. Sedangkan untuk biawak dihargai Rp35 ribu per ekor.
Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Tapi, jika ada lebih, akan mereka tabung.
Tak sebanyak simpanan SAD di wilayah Jambi yang ada mencapai Rp1,5 miliar.
Untuk wilayah Muratara, paling jutaan hingga puluhan juta.