Dulu, lahan yang disulap menjadi agrowisata nanas ini merupakan lahan tidur, bekas kebun karet yang sudah tidak produktif lagi.
Untuk sekarang, baru tertanam sekitar 40 ribu pohon nanas jenis monokultur. Jenis nanas yang ditanam di agrowisata nanas merupakan varietas qwein yang mempunyai kelebihan buah nanas lebih manis serta tahan lama jika dijual segar.
Bahkan saat kunjungannya, Wamentan RI Harvick Hasbul Qolbi menyebutkan nanas produksi Kota Prabumulih merupakan nanas termanis di Indonesia dengan tingkat kemanisan mencapai 13 brix.
Bibit nanas yang ditanam merupakan bibit indukan yang selama ini dikelola sendiri oleh kelompok tani yang diketuai oleh Siska Antoni alias Ateng.
BACA JUGA:Serat Daun Jadi Benang dan Kain, Nanas Prabumulih Semakin Mendunia
Ateng pun tak keberatan berbagi pengalaman cara menanam nanas. Menurutnya, yang terpenting yakni harus mempersiapkan lahan dan pupuk serta bibit yang telah diseleksi.
Dari proses tanam sampai panen, bisa lebih cepat dari umumnya 18 bulan menjadi 12 bulan siap panen. Sehingga dalam 1 tahun bisa 1 kali panen dan tanam.
Adapun modal budidaya 1 ha bisa mencapai Rp25 juta dan hasil panen dalam 1 ha bisa mencapai Rp35 juta - Rp45 juta.
Sejauh ini penjualan buah nanas segar sendiri, menyasar wilayah yang ada di Sumatera Bagian Selatan dan Pulau Jawa. Agrowisata dikelola bersama 40 orang yang merupakan kaum milenial.
BACA JUGA:Target Produksi 1 Ton Perbulan, Nanas Prabumulih Masih Primadona
Selain dijual langsung, Ateng bersama kelompoknya mengolah nanas menjadi keripik nanas sementara serat daun nanas diekspor ke luar negeri.
Proses pengolahan daun nanas menjadi bahan pewarna kain dan menjadi serat dan benang, dilakukan warga Kota Prabumulih yang juga binaan Dekranasda Kota Prabumulih.
Selain melibatkan Ibu-Ibu Rumah Tangga dan kum milenial, pengolahan serat nanas menjadi kain juga melibatkan warga yang mempunyai kekurangan fisik sehingga merasa lebih dihargai.(*)