"Tapak intan itu banyak lakinyo (Poliandri, red), makonyo banyak keturunanyo di Muratara. Zaman dulu itu idak ado KUA, jadi masuk hutan ketemu cewek belagak langsung kawin, agek masuk lanang lagi, kawin lagi," ujarnya.
Menurutnya, tempo dulu belum ada aturan resmi, baik sebagai bangsa bernegara maupun agama terkait soal pernikahan yang masuk ke tatanan suku lokal di wilayah ini.
"Jadinyo dak jelas status perkawinan itu seperti apa zaman dulu, beda dengan jaman sekarang," timpalnya. (zul)