SUMEKS.CO, PALEMBANG - Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, tolak eksepsi yang diajukan terdakwa Paulina, komisioner Bawaslu Kabupaten Muratara yang terjerat kasus korupsi hibah kegiatan Bawaslu tahun 2019-2020.
Majelis hakim diketuai Efrata H Taringan dalam sidang yang digelar, Kamis (14/7) menilai bahwa eksepsi yang diajukan diantaranya selisih jumlah kerugian negara yang tidak diuraikan dalam dakwaan JPU Kejari Lubuklinggau, harus dibuktikan di dalam pembuktian perkara.
"Bahwa terhadap eksepsi terkait dakwaan JPU tidak menguraikan secara rinci dan harus dibuktikan di persidangan," kata hakim anggota Ardian Angga saat bacakan putusan sela.
Selain itu, sebagaimana keberatan atas dakwaan JPU mengatakan tidak menguraikan perbuatan apa yang telah dilakukan oleh terdakwa Paulina, majelis hakim berpendapat harus dibuktikan dalam persidangan.
"Mengadili dan menyatakan bahwa, eksepsi yang diajukan dinyatakan tidak dapat diterima, memerintahkan kepada JPU untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan menghadirkan saksi-saksi," tegas Hakim Ketua Efrata.
Sebelum menutup sidang, JPU Kejari Lubuklinggau Agrim SH membeberkan akan menghadirkan 43 orang saksi, untuk tahap pertama direncanakan menghadirkan sebanyak 13 orang saksi di persidangan.
Menanggapi tidak diterimanya eksepsi yang diajukan, Widodo SH didampingi Radiansayah SH penasihat hukum terdakwa Paulina mengaku cukup kecewa dengan putusan sela majelis hakim tersebut.
"Namun kita tetap menghormati putusan sela tersebut, sementara tetap masih akan kita kaji dulu karena kita belum mendapatkan salinan putusan sela secara utuh dari pihak PN Palembang," kata Widodo.
Dibeberkannya, dalam perkara ini dia bersama tim pengacara terdakwa Paulina untuk pemeriksaan perkara dalam upaya hukumnya akan turut menghadirkan satu orang ahli serta beberapa saksi meringankan
Untuk diketahui, dalam perkara ini menjerat delapan orang terdakwa yakni, Munawir, ketua Bawaslu Muratara; M Ali Asek, anggota Bawaslu Muratara; Paulina, anggota Bawaslu Muratara; Siti Zahro, bendahara Bawaslu Muratara; dan Kukuh Reksa Prabu Staf Bawaslu Muratara.
Kemudian, Tirta Arisandi, Hendrik dan Aceng Sudrajat. Ketiganya saat itu merupakan Koordinator Sekretariat (Korsek) Bawaslu Kabupaten Muratara.
Sebagaimana dakwaan JPU Lubuk Linggau, para terdakwa disangkakan telah melakukan korupsi dana hibah ditahun 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp2,5 miliar dari nilai total hibah yang dikucurkan pemkab Muratara Rp9,5 miliar untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres ditahun 2019, serta Pilbup dan Wabup Muratara di tahun 2020.
Di dalam dakwaan JPU terungkap, bahwa dalam kegiatan pelaksanaan kegiatan Bawaslu ada kegiatan yang di markup atau fiktif yang dilakukan oleh para terdakwa, diantaranya dana hibah tahun 2019 sebesar Rp136 juta dari total pencairan Rp200 juta.
Selain itu, dana hibah tersebut digunakan juga untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada.
Atas perbuatan para terdakwa, sebagaimana dakwaan JPU dijerat dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (fdl)