Kontroversi di Balik Cuti Massal Hakim Se-Indonesia, Berisiko Picu Kecemburuan Sosial Kelompok Pekerja Lain

Kontroversi di Balik Cuti Massal Hakim Se-Indonesia, Berisiko Picu Kecemburuan Sosial Kelompok Pekerja Lain

Kontroversi di Balik Cuti Massal Hakim se-Indonesia, Berisiko Picu Kecemburuan Sosial Kelompok Pekerja Lain--

Gaji dan tunjangan hakim sebenarnya masih lebih baik dibandingkan pekerja media, buruh tekstil, dan lainnya hingga dapat memicu kecemburuan sosial kelompok pekerja lain.

BACA JUGA:Rekomendasi Film Libur Cuti Bersama: Ipar Adalah Maut Gambarkan Kisah Cinta Terlarang Rumah Tangga

BACA JUGA:WADUH! Hakim PN di Seluruh Indonesia Bakal Mogok Kerja, Gegara Gaji dan Tunjangan Tak Naik 12 Tahun

Apalagi, hakim akan menerima pensiun seumur hidup, sementara pekerja lain tidak mendapatkan hal tersebut. Oleh karena itu, para hakim seharusnya lebih bersyukur. 

Fakta lain yang menyedihkan, banyak hakim terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, termasuk hakim agung dengan tunjangan besar. 

Sebagai contoh, Gazalba Saleh kini menjadi terdakwa kasus korupsi. Banyak kasus lain yang melibatkan hakim dalam praktik KKN.

Masih melansir dari berbagai sumber, menyebutkan bahwa gerakan cuti massal hakim ini dianggap tidak bijaksana, mengingat banyak pekerja sektor lain yang bergaji kecil.


Suasana sidang putusan pidana kasus korupsi dana PAD OKI jual hasil sawit atas nama terdakwa Asmadi-- 

Selain itu, protes massal hakim akan mengganggu layanan publik, padahal hakim dibayar oleh rakyat. Mereka adalah pelayan masyarakat dan tidak seharusnya merugikan banyak orang. 

Ada cara lain untuk menyampaikan protes tanpa harus cuti atau mogok massal, dan tentunya, cara tersebut tidak boleh merugikan masyarakat. 

Ditambah, desakan agar pemerintah menyetarakan gaji hakim se-Indonesia dengan hakim negara tetangga tak bisa dilakukan sembarangan.

Jika hal tersebut terjadi, profesi lain akan meminta hal serupa, dan kebijakan tersebut bisa memicu masalah baru. Oleh karena itu, kebijakan harus berlandaskan keadilan. 

Menurut data yang dihimpun, take home pay hakim tingkat pertama di Indonesia mencapai Rp12 juta, hampir tiga kali UMR. 

Maka, tidak heran jika ada yang menilai hakim kurang bersyukur, karena banyak profesi lain dengan gaji jauh di bawah UMR. Selain itu, anggaran negara saat ini sedang terbatas. 

Menaikkan gaji hakim akan memberatkan anggaran, sehingga hakim sebagai abdi negara sebaiknya lebih berempati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: