Dampak Aktivitas PLTU, Pohon Karet Mati Terendam Banjir

Dampak Aktivitas PLTU, Pohon Karet Mati Terendam Banjir

RAPAT : Rappat penyelesaian kerusakan kebun karet masyarakat yang mati akibat aktivitas PT GHEMMI, di ruang rapat asisten perekonomian dan pembangunan Kabupaten Muara Enim.--

"Untuk kompensasi saja hanya sepertiga, belum ganti rugi lahan. Pihak PT GHEMMI tawaran tersebut sudah seluruhnya kompensasi dan pembebasan lahan. Kalau saya (Arifai) belum menerima tawaran tersebut," pungkasnya.

BACA JUGA:Air Bersih Tidak Mengalir, Emak-Emak Demo

Sedangkan Ser Nurmir, menerima tawaran Rp85 juta untuk kompensasi bukan ganti rugi lahan tersebut namun dengan catatan jika lahan kembali rusak dan tidak ada pembersihan atau sama saja dengan kejadian sebelumnya maka pihaknya akan kembali menuntut pada 2023 mendatang, dengan konsekuensi pihak perusahaan harus membayarkan kompensasi tersebut paling lambat akhir Desember 2022.

"Rp85 juta itu harus dibayar pada tahun 2022 ini, kalau lewat maka tahun 2023 harus bayar lagi Rp 85 juta. Kalau saya dibebaskan saja lahannya oleh PT GHEMMI," ujarnya.

Kuasa Hukum PT.GHEMMI, Abi Samran, mengatakan nilai kompensasi yang ditawarkannya untuk saudara Arifai Rp110 juta dan Ser Nurmir Rp85 juta merupakan kesepakatan perusahaan. Pihaknya belum mendapatkan petunjuk atau arahan dari perusahaan untuk melakukan ganti rugi atau pembebasan lahan.

Dalam hal ini, bukan berarti pihak perusahaan tidak mentolelir tapi karena ini sudah di penghujung tahun dan pihaknya ingin memastikan, maka timbullah penawaran yang disepakati tadi.

BACA JUGA:Pelindo Palembang Maksimalkan Kontribusi Cetak Insan Maritim Berkualitas

"Memang sebenarnya yang saya tahu, selama saya ditunjuk sudah 4 kali negoisasi, ini yang kelima kali, prosesnya cukup panjang, jujur saja kemampuan perusahaan untuk saat ini, baru sampai disitu," katanya.

Sementara itu, Kepala dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kurmin mengatakan, bahwa keberadaannya adalah hanya sebagai mediasi atas permasalahan kompensasi, ganti rugi atau pembebasan lahan.

Rapat membahas permasalahan ini sudah berlarut-larut, untuk itu kalau bisa secepatnya di selesaikan. Sebab pihaknya menilai tuntutan warga masih dalam hal kewajaran, lain halnya sudah tidak dalam hal kewajaran.

Memang dalam hal ganti rugi tidak harus saklak dengan Pergub No 40 tahun 2017, namun setidaknya sebagai dasar para pihak dalam melakukan ganti rugi. Pada intinya, kalau para pihak sepakat maka permasalahan bisa diselesaikan.

BACA JUGA:Pastikan Kamtibmas Terjaga, Polsek Tanjung Raja Lakukan Sambang Desa Binaan

Dalam rapat kali ini, kata Kurmin, bahwa saudara Arifai masih belum sepakat dan belum mau menerima kompensasi tersebut, sedang Nusmir menerima kompensasi senilai Rp85 juta dengan catatan jika lahan kembali rusak dan tidak ada pembersihan atau sama saja dengan kejadian sebelumnya maka pihaknya akan kembali menuntut pada 2023 mendatang, dengan konsekuensi pihak perusahaan harus membayarkan kompensasi tersebut paling lambat akhir Desember 2022.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: