Banner Pemprov
Pemkot Baru

Playmaker Purbaya

Playmaker Purbaya

Catatan Zacky Antony-foto:doksumeksco-

 Purbaya terang-terangan menolak membiayai Family Office usulan Luhut B Panjaitan, dari APBN. Jarang ada menteri berani terang-terangan menolak omongan Luhut. Jenderal paling berpengaruh selama sepuluh tahun terakhir di kabinet Jokowi. 

Luhut sekarang masih menjabat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Dia juga minta pemerintah menyuntik dana APBN Rp 50 triliun ke INA (Indonesia Investement Authority). Tapi Purbaya ringan saja menolak. “Saya nggak mau kasih uang ke sana,” katanya. 

Saat sidang kabinet 20 Oktober lalu, Purbaya dan Luhut terekam tidak saling tegur sapa. Kelihatannya, kali ini sang playmaker tidak mau dikendalikan oleh sang jenderal. 

Itulah Purbaya. Gaya komunikasinya ceplas-ceplos tapi substantif. Semua dia kritik. Tak hanya Luhut dibuat masam. Dia juga mengkritik Danantara yang terlalu menggantungkan investasi pada instrumen obligasi yang kurang produktif.

Di awal usai dilantik jadi Menkeu, Purbaya membuat terobosan dengan mengucurkan dana Rp 200 triliun dari Rp 400 triliun yang tersimpan di Bank Indonesia. Uang Rp 200 triliun itu digelontorkan ke lima bank Himbara untuk disalurkan ke sektor riil. “Supaya ekonomi jalan,” katanya. 

Kebijakan tersebut memposisikan Purbaya antitesa dari Sri Mulyani. Sekaligus juga mencerminkan perbedaan menteri laki-laki yang berwatak agresif dan menteri perempuan yang cenderung hati-hati dan hemat. Sri Mulyani suka menyimpan. Ciri kapitalis. Tapi Purbaya lebih suka mengalirkan agar sektor riil kecipratan.

Ini ciri sosialis. Ibarat skema pertandingan sepakbola, Sri Mulyani cenderung formasi bertahan. Kalau Rp 400 triliun disimpan, negara punya ketahanan fiskal yang kuat. Dengan pertahanan berlapis, APBN sulit jebol.

Sebaliknya, Purbaya pakai skema formasi menyerang. Filosofinya, uang jangan disimpan, tapi harus dialirkan. Tentu ada risiko. Dia memilih mengambil jalan yang berisiko. Ketimbang main aman. Sang manager ternyata setuju skema racikan Purbaya. 

Menyerang tapi tetap menjaga keseimbangan bertahan. Maka, 200 digelontorkan dan 200 sisanya disimpan. Toh, serangan masih bisa lewat sayap. Maka, dibidiklah dana-dana menganggur.

Uang yang tidak terpakai akan ditarik. TKD dikurangi dan seterusnya. Purbaya adalah fenomena baru di kalangan pejabat Indonesia yang umumnya jaim, main aman, suka cari muka, dan lebih mikir urusan diri sendiri. 

*Penulis adalah mantan Pemred Rakyat Bengkulu, mantan Ketua PWI Bengkulu dan sekarang Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: