Bahkan, narasi itu seolah menyiratkan bahwa “seharusnya kiai yang memberi kepada santri”, kalimat yang dianggap menyimpang dari makna ta’dzim, yaitu penghormatan santri terhadap ulama.
Kecaman Keras dari Alumni dan Keluarga Besar Pesantren
Reaksi keras pun datang dari berbagai kalangan.
Wakil Ketua Himpunan Alumni Santri dan Simpatisan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (HIASANMU), Abdul Hamid, menyebut bahwa tayangan tersebut tidak hanya menyinggung perasaan santri dan kiai, tetapi juga mengandung fitnah yang serius.
BACA JUGA:CEK Inilah Daftar Lengkap Susunan PWNU Sumsel Masa Khidmat 2025-2030, Ada 10 Professor di Dalamnya
“Narasinya itu fitnah besar. Bisa merusak martabat kiai dan ulama pesantren. Tayangan itu diambil dari sumber lain tanpa izin, disunting, dan ditayangkan tanpa konfirmasi kepada pihak pesantren. Ini pelanggaran berat terhadap kode etik media,” tegas Abdul Hamid.
HIASANMU bersama kuasa hukum berencana melaporkan kasus ini ke SPKT Polda Jawa Timur.
Selain itu, laporan juga akan diajukan ke Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur.
Para alumni juga berencana mendatangi kantor perwakilan Trans7 di Surabaya untuk meminta klarifikasi resmi dan tanggung jawab atas tayangan tersebut.
“Kami ingin penjelasan langsung dari pihak Trans7. Kami menuntut tanggung jawab dan klarifikasi terbuka,” ujar Abdul Hamid.
Reaksi Publik: #BoikotTrans7 Jadi Trending
Tak butuh waktu lama, amarah publik meluas ke media sosial (medsos).
Sejak Senin malam hingga Selasa pagi 14 Oktober 2025, tagar #BoikotTrans7 menjadi trending topic nasional di platform X (Twitter).
Ribuan warganet, terutama dari kalangan alumni pesantren dan simpatisan Nahdlatul Ulama (NU), mengunggah kecaman keras terhadap stasiun televisi tersebut.
Mereka menilai, tayangan “Expose Uncensored” menunjukkan minimnya sensitivitas terhadap nilai-nilai keagamaan dan kultural pesantren yang selama ini menjadi benteng moral masyarakat.