Rahmad Febriyadi, S.Sos Mahasiswa Magister Manajemen.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Tridinanti Palembang.
Kelahiran instrumen Dana Alokasi Umum (DAU) yang diarahkan penggunaannya (earmarked) atau lebih dikenal sebagai DAU Specific Grant, yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), menandai salah satu pergeseran paradigma paling fundamental dalam arsitektur desentralisasi fiskal Indonesia sejak era reformasi. Ini adalah sebuah evolusi dari filosofi DAU sebagai block grant murni yang memberikan keleluasaan penuh kepada daerah menuju sebuah instrumen hibrida yang menyeimbangkan pemerataan fiskal dengan akselerasi pencapaian prioritas nasional.
Memandang DAU Specific Grant hanya sebagai perubahan teknis dalam formula alokasi adalah sebuah simplifikasi. Sejatinya, ini adalah sebuah instrumen manajemen strategis yang dirancang oleh pemerintah pusat untuk mengatasi persoalan kronis dalam belanja daerah. ketidakselarasan antara alokasi anggaran dengan kebutuhan riil pelayanan publik. Namun, efektivitas instrumen ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah baik di pusat maupun daerah mengelola tantangan strategis yang menyertainya.
Evolusi DAU: Dari Jaring Pengaman Fiskal ke Alat Pembangunan Strategis
Secara historis, DAU dirancang dengan dua tujuan utama yaitu sebagai pemeratauntuk mengatasi ketimpangan fiskal antar-daerah (horizontal imbalance) dan sebagai sumber utama untuk menutupi kebutuhan belanja operasional pemerintah daerah, yang dalam praktiknya didominasi oleh belanja pegawai. Konsekuensinya, muncul adagium "DAU hanya habis untuk belanja pegawai", yang membuat dana transfer ini kurang memiliki daya ungkit langsung terhadap peningkatan kualitas layanan publik yang menjadi prioritas nasional.
UU HKPD, beserta peraturan turunannya seperti Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 134 Tahun 2023 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/Pmk.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Otonomi Khusus mengubah DNA dari DAU. Kini, DAU tidak lagi satu bongkahan utuh, melainkan terbagi menjadi dua komponen, pertama Bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya (block grant), Ini adalah filosofi lama DAU yang masih memberikan fleksibilitas bagi daerah untuk mendanai kebutuhan prioritasnya sendiri seperti pembayaran gaji pegawai.
Kedua Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya (specific grant), inilah inti dari inovasi. Alokasinya dihitung berdasarkan kebutuhan spesifik daerah dalam mendanai layanan publik di sektor-sektor prioritas yang ditetapkan secara nasional yang mencakup pendanaan Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Bidang Pekerjaan Umum, Dukungan Pembangunan Sarana dan Prasarana Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan dan dukungan Pembayaran Gaji PPPK yang diangkat pada tahun berjalan.
DAU Specific Grant sebagai Instrumen Manajemen Strategis Pusat
Dari perspektif Pemerintah Pusat, DAU Specific Grant adalah alat strategis yang sangat kuat untuk "memaksa" keselarasan dan memastikan uang negara benar-benar sampai kepada sasaran yang diinginkan. Mekanisme ini bekerja melalui beberapa cara:
Yang pertama, Mengunci Alokasi untuk Prioritas Nasional (Strategic Earmarking). Ini adalah fungsi utamanya. Ketika pemerintah pusat menetapkan prioritas pada pengangkatan pegawai PPPK, peningkatan kualitas infrastruktur jalan, atau pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, dukungan infrastruktur pendidikan dan dukungan sarana dan prasarana pemberdayaan masyarakat di kelurahan DAU Specific Grant "mengunci" sebagian dana transfer untuk tujuan tersebut. Ini mencegah dana tersebut dialihkan untuk belanja lain yang mungkin menjadi prioritas politik lokal tetapi bukan merupakan prioritas pembangunan nasional, seperti kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial atau perjalanan dinas yang tidak esensial.
Kedua, Menjamin Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Instrumen ini secara eksplisit mengikat alokasi DAU dengan kewajiban daerah untuk memenuhi SPM. Pemerintah Pusat berupaya memastikan bahwa alokasi DAU untuk sektor-sektor krusial seperti pendidikan dan kesehatan tidak tergerus oleh prioritas belanja daerah lainnya yang seringkali lebih bersifat politis atau infrastruktur fisik non-esensial.misalnya, DAU SG dapat digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah, peningkatan kompetensi guru, dan penyediaan alat bantu belajar. Sementara di sektor kesehatan, dana tersebut dapat dialokasikan untuk revitalisasi puskesmas, pemenuhan alat kesehatan, dan program-program promotif serta preventif.
Ketiga, Meningkatkan Kualitas Belanja Daerah (Spending Quality). Dengan mengarahkan dana ke belanja yang berdampak langsung pada layanan publik (pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar), pemerintah pusat secara strategis berupaya mengubah komposisi APBD. Tujuannya adalah mengurangi porsi belanja aparatur yang membengkak dan meningkatkan porsi belanja publik yang produktif.
Keempat, Mendorong Pengambilan Keputusan Berbasis Data (Data-Driven Policy). Karena formula alokasi specific grant sangat bergantung pada data sektoral yang akurat misalnya, jumlah guru, jumlah sekolah yang rusak ringan/sedang/berat, panjang jalan dalam kondisi baik/sedang/rusak, data rencana revitalisasi infrastruktur pelayanan kesehatan. Kebijakan ini secara tidak langsung "memaksa" pemerintah daerah dan kementerian teknis untuk berinvestasi dalam pengumpulan dan pemeliharaan data yang berkualitas. Ini adalah fondasi krusial untuk perencanaan pembangunan yang efektif di masa depan.
Tantangan Manajemen Strategis di Tingkat Daerah, Dilema Fleksibilitas dan Akuntabilitas