Prof. Imam juga mengingatkan soal capital outflow, yaitu keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia.
BACA JUGA:Gedung DPRD Makassar Dibakar Massa Pendemo, Kabarnya Ada 2 Korban Jiwa
BACA JUGA:Viral Emak-emak Larang Oknum Pendemo Menjarah, Kita Masih Punya Hati Jangan Dirusak!
Investor portofolio, seperti pemegang saham dan obligasi, umumnya sangat reaktif terhadap isu politik.
“Kalau capital outflow ini terjadi berlarut-larut, cadangan devisa Indonesia akan tertekan. Pemerintah harus waspada, karena jika devisa menurun, ruang intervensi Bank Indonesia untuk menahan pelemahan rupiah juga terbatas,” jelasnya.
Capital outflow yang masif dapat memperburuk stabilitas eksternal Indonesia.
Hal ini berpotensi memicu pelemahan lebih lanjut, bahkan menimbulkan efek domino terhadap sektor riil.
Dampak ke Harga Barang dan UMKM
Pelemahan rupiah berdampak langsung terhadap harga barang impor.
Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku impor untuk kebutuhan industri dan konsumsi sehari-hari.
Misalnya, kedelai untuk produksi tahu-tempe sebagian besar masih diimpor dari Amerika Serikat.
Kalau rupiah melemah dan tidak ada langkah cepat menstabilkan, harga barang impor pasti naik.
Padahal kebutuhan sehari-hari kita, seperti kedelai, gandum, hingga bahan baku industri, masih bergantung pada impor.
" Kalau dolar naik, bahan bakunya mahal, otomatis harga produk ikut naik. Ini jelas memberatkan masyarakat dan mengancam UMKM di tengah daya beli yang menurun,” papar Prof. Imam.
UMKM, yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional, paling rentan terhadap gejolak rupiah.