"Tapi dalam perjalanannya, Kabupaten Muratara melakukan amandemen atau mengajukan perubahan terhadap Permendagri 50/2014, kemudian terbitlah Permendagri 76/2014. Tanpa dihadiri oleh Kabupaten Muba. Nah, dalam salah satu pasal menyebutkan meskipun salah satu daerah tidak hadir saat menetapkan batas wilayah, maka dianggap setuju. Akhirnya timbul gejolak dari Kabupaten Muba, karena wilayah mereka hilang sekitar 12 ribu hektar dimana wilayah yang hilang tersebut memiliki SDA yang berlimpah dan membuat Kabupaten Muba kehilangan salah satu pendapatan daerah," katanya.
BACA JUGA:Tim Komisi II DPR RI Kunjungi Kabupaten Muba, Selesaikan Polemik Perbatasan Muba dan Muratara
Sebelumnya, Medril Firoza, Kabag Wilayah Administrasi Perbatasan pada Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Pemprov Sumsel menjelaskan, masalah ini sudah lama, bahkan pada 2018 lalu sudah dibentuk tim khusus.
Tapi sayangnya belum menemukan titik temu. Menurutnya Permendagri 50/2014 maupun Permendagri 76/2014 tentang batas wilayah Kabupaten Muba dan Muratara adalah produk Kemendagri. Oleh karenanya nanti pihaknya akan berkirim surat kepada Kemendagri.
"Untuk penyelesaiannya kami akan koordinasi dengan Mendagri, kemungkinan besar kami akan mengirimkan surat kepada Mendagri. Karena produk hukum ini adalah dari Mendagri, yang pasti kami menunggu arahan dari pimpinan (Gubernur)," katanya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, masalah ini muncul akibat terbitnya Permendagri 76/2014 tentang batas wilayah antara Kabupaten Muba dan Muratara belum pernah dilakukan harmonisasi peraturan perundang undangan hingga saat ini oleh kementerian hukum.