Uang itu, kata Dinda, ternyata ada kaitan dengan perusahaan yang dibantunya sebagai mahasiswi yang bekerja paruh waktu di biro konsultan pajak.
Perusahaan yang menggunakan jasa perpajakannya itu milik Pablo yang jadi terdakwa di kasus dugaan suap fee proyek di Dinas PUPR OKU.
"Bahwa tidak ada uang yang dibawa atau ditemukan senilai Rp800 juta di rumahnya,” jelasnya.
Soal nama di beberapa media disebut yang digeledah itu atas nama Hesti. Itu tidak benar, "nama saya Dinda dan Hesti adalah tetangga saya yang sama sekali tidak ada kaitannya”.
BACA JUGA:KPK Kembali Obok-Obok Rumah Terkait Korupsi Pokir DPRD OKU, Seorang Mahasiswi Diamankan
BACA JUGA:Jaksa KPK Tegaskan Mantan Pj Bupati Bakal Dipanggil Jadi Saksi Sidang Korupsi Proyek Pokir DPRD OKU
“Saat kejadian Hesti tidak ada di rumah saya di Lorong Kembar, Kemiling, Desa Tanjung Baru," sebutnya.
Dinda mengaku sempat mencairkan uang itu dari 2 bank, yang diserahkan ke perwakilan perusahaan yang mengunakan jasa konsultan pajak sebesar Rp800 juta dan penyerahan kedua sebesar Rp300 juta lebih.
Sebelumnya, dalam perkara korupsi proyek Pokir DPRD OKU, KPK telah menetapkan dan memproses hukum 2 terdakwa yakni M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.
Keduanya merupakan pihak swasta yang diduga menjadi penyuap kepada sejumlah anggota legislatif Kabupaten OKU.
BACA JUGA:KPK Kembali Obok-Obok Rumah Terkait Korupsi Pokir DPRD OKU, Seorang Mahasiswi Diamankan
BACA JUGA:Jaksa KPK Tegaskan Mantan Pj Bupati Bakal Dipanggil Jadi Saksi Sidang Korupsi Proyek Pokir DPRD OKU
Dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, terungkap adanya kesepakatan antara pihak DPRD OKU dan kedua terdakwa terkait proyek fisik Dinas PUPR OKU senilai Rp45 miliar.
Proyek tersebut merupakan bagian dari jatah Pokir yang dikondisikan.
Anggota DPRD OKU disebut meminta fee proyek dengan rincian: Ketua dan Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp5 miliar, sementara anggota lainnya meminta jatah Rp1 miliar per orang.
Namun karena keterbatasan anggaran, nilai proyek dikoreksi menjadi Rp35 miliar, dengan fee total yang disepakati sekitar 20 persen atau Rp7 miliar.