Beberapa netizen bahkan membandingkan aksi Gibran dengan petani lokal yang selama ini memang lebih terampil dalam mengoperasikan mesin tanam.
Namun, tidak sedikit juga yang membela Wapres. Seorang warganet menuliskan, "Namanya juga nyoba. Niatnya baik kok, biar tahu realita di lapangan.
Warganet salfok dengan Wapres Gibran saat pakai alat tanam padi dengan gerakan maju--
Mungkin perlu belajar sedikit teknisnya saja." Meski begitu, mayoritas komentar tetap mengkritik kurangnya pendampingan teknis selama demonstrasi alat tersebut.
Gibran dalam kesempatan itu juga memberikan bantuan pertanian, berupa satu unit combine harvester dan 13 unit traktor roda dua kepada kelompok tani di Ngawi.
BACA JUGA:100 Hari Kepemimpinan Prabowo-Gibran, 3 Ruas Jalan Tol Trans Sumatera Siap Diresmikan
Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan petani untuk mencapai swasembada pangan. Ia juga menyebutkan bahwa stok beras nasional saat ini mencapai 3,9 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Meski demikian, momen terpelesetnya langkah dalam ranah pertanian ini memperkuat narasi publik bahwa gaya kepemimpinan Gibran kerap kali terjebak dalam simbolisme alih-alih substansi.
Pengamat komunikasi politik juga menyoroti bahwa tindakan semacam ini bisa menjadi bumerang, jika tidak disertai pemahaman teknis dan pendekatan yang tulus terhadap kehidupan petani.
Fenomena "tanam padi, tapi diinjak" ini bahkan menjadi bahan meme di berbagai platform media sosial.
BACA JUGA:Gibran Rakabuming Dihujat Warganet Usai Unggah Video Lebaran Mirip Animasi Warner Bros
BACA JUGA:Momen Lebaran 2025, Wapres Gibran Temani Anak Yatim Pilih Baju Baru
Meme dengan tulisan “Yang ditanam malam, diinjak pagi” kini beredar luas dan dijadikan sindiran halus untuk gaya kerja serba cepat namun kurang hati-hati.
Dalam politik, simbol sering kali berbicara lebih keras dari kata-kata. Dan kali ini, langkah maju Gibran dalam sawah tampaknya justru menjadi langkah mundur di mata sebagian publik.
Apakah insiden ini akan mempengaruhi citra Gibran ke depan sebagai pemimpin muda? Atau justru menjadi pembelajaran penting bahwa niat baik harus dibarengi dengan pelaksanaan yang tepat? Waktu dan publik yang akan menjawab.