PALEMBANG, SUMEKS.CO - Hakim Pengadilan Tipikor Palembang, cium adanya aliran dana fee yang turut diterima PT Waskita Karya senilai Rp25,6 miliar dari proyek pembangunan LRT Sumsel dari PT Perentjana Djaja.
Parahnya, modus yang terungkap pada persidangan yang digelar Selasa 11 Februari 2025 uang Rp25,6 miliar tersebut adalah uang pengembalian proyek yang tidak dikerjakan diserahkan di dua lokasi apartemen di Jakarta.
Hal itu, sebagaimana dibeberkan oleh saksi-saksi yang dihadirkan penuntut Kejati Sumsel dihadapan majelis hakim Tipikor pada PN Palembang.
Diantaranya, diungkap oleh saksi Ir Hari Suharlan selaku Wakil Direktur PT Perentjana Djaja saat menerangkan terkait adanya proyek yang tidak dikerjakan oleh PT Perentjana Djaja.
BACA JUGA:LRT Sumsel Hadirkan Kemudahan Pembayaran Non Tunai untuk Tingkatkan Kenyamanan Penumpang
"Semua sudah dikerjakan oleh pihak PT Perentjana Djaya sebagaimana kontrak, namun ada satu tahapan proyek yang tidak dikerjakan yang nilai kontraknya seingat saya Rp25,6 miliar," ucap saksi Hari Suharlan.
Ia menerangkan, bahwa terhadap proyek yang tidak dikerjakan itu adalah pengerjaan fasilitas operasional LRT yaitu signal kereta sebab dalam proyek itu PT Perentjana Djaja tidak ada tenaga ahli.
Suasana sidang kasus korupsi LRT Sumsel agenda pemeriksaan saksi-saksi di ruang sidang pengadilan Tipikor PN Palembang--
Ia menyebutkan, bahwa proyek pengerjaan fasilitas operasional pengadaan signal kereta LRT Sumsel tersebut untuk membayar tenaga ahli Rp25,6 miliar.
"Maka dari itu, anggaran tersebut dikembalikan Rp25,6 miliar ke PT Waskita atas perintah Dirut PT Perentjana Djaja dan almarhum pak Jamhuri project direktur LRT," ungkap saksi Hari.
Lebih lanjut diterangkan saksi Effendi, pengembalian anggaran dari kas PT Perentjana Djaja sebanyak 5 kali tahapan yang diserahkan di dua apartemen di Jakarta.
Penyerahan uang itu lanjut saksi Hari, kembali atas perintah Dirut PT Perentjana Djaja dan almarhum Jamhuri untuk menyerahkannya kepada seseorang bernama Agus karyawan PT Waskita Karya saat itu.