"Hari ini sidang kembali untuk terdakwa kita hadirkan 21 orang saksi yang meringankan. Kesemuanya adalah pasien terdakwa," ujar Septi diwawancarai usai persidangan.
Dijelaskan Septi, pada kasus ini yang melaporkan terdakwa adalah bibi korban yaitu Nurhayati. Padahal dalam kasus ini bibi korban tidak ada di lokasi kejadian.
"Jadi dalam kasus ini diduga memberikan keterangan palsu dimana tidak ada di lokasi. Lalu untuk rekon bukan dilakukan di rumah terdakwa padahal istri terdakwa minta dilakukan di rumah," ungkapnya.
Lanjutnya, dalam kasus ini saksi fiktif dan rekonstruksi hanya formalitas. Tidak ada satu anggota polisi yang meriksa rumah terdakwa. Jadi minim alat bukti.
BACA JUGA:Ulah Penonton yang Merugikan Klub, Cek Hasil Sidang Komite Disiplin PSSI
"Tadi kami menghadirkan saksi-saksi yang merupakan pasien terdakwa. Dimana terdakwa ini keseharian sebagai tukang urut," kata Septi.
Pada kasus ini terdakwa melakukan pijat atau urut kepada korban M. Pemijatan atau urut dilakukan di rumah terdakwa dan memang biasa menerima urut.
Pemijatan di dalam rumah ruang terbuka. Semua orang pijat di ruangan itu. Saat korban melakukan urut ditemani oleh ibunya.
Selain itu, terdakwa juga disaksikan oleh istrinya. Berada di ujung kaki korban. Jadi saat korban diurut ada istri terdakwa dan Ibu korban termasuk juga ada ketua RT.
BACA JUGA:Sidang Kasus Mega Korupsi LRT Sumsel Rp1,3 Triliun, Fauzi Isra Ditunjuk Jadi Hakim Ketua
Korban yang diurut ini tidak dilepas kerudung dan pakaian dan dipakaikan sarung. Selesai berurut korban pulang.
Rupanya, setelah 40 hari dari korban berurut, terdakwa mendapatkan surat panggilan dari Polres OI atas laporan korban. Yakni isinya melakukan pencabulan terhadap korban.
Istri terdakwa, Ida Laila mengatakan, peristiwa korban melakukan urut itu pada 10 Juni 2023 lalu. Dimana korban ini melakukan urut agar mendapatkan keturunan.