Sebanyak 200 TPS terletak di wilayah yang sulit dijangkau akibat faktor geografis atau cuaca ekstrem, sementara 23 TPS lainnya berada di daerah rawan bencana seperti banjir atau gempa.
Selain itu, ada juga 33 TPS yang berlokasi di area khusus seperti kawasan tambang, pabrik, atau daerah tanpa akses jembatan.
Selain kerawanan logistik dan geografis, Bawaslu juga mencatat adanya keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri dalam praktik yang merugikan proses Pilkada.
BACA JUGA: Paslon Pilkada Marak Lakukan WO Saat Debat, Terbaru Muba Usai OKU, Begini Penegasan Bawaslu Sumsel
Dua TPS di Lahat melaporkan dugaan keterlibatan ASN dan perangkat desa yang memberikan keuntungan kepada salah satu pasangan calon. Praktik-praktik semacam ini sangat dikhawatirkan dapat mencederai prinsip netralitas dalam Pemilu.
Selain itu, Bawaslu juga mencatat masalah pada jaringan teknologi dan listrik yang bisa mengganggu kelancaran Pilkada.
Sebanyak 1.167 TPS mengalami kendala jaringan internet, sementara 346 TPS tidak memiliki aliran listrik, yang bisa berpotensi menghambat pelaksanaan pemungutan suara, terutama di daerah-daerah terpencil.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPU Bidang Penanganan dan Penindakan Pelanggaran, Ahmad Nafi, menyampaikan bahwa KPU telah melakukan berbagai upaya untuk menangani dugaan pelanggaran selama Pilkada.
BACA JUGA:Bawaslu Sumsel Ajak Masyarakat Awasi Pilkada 2024: Hindari Politik Uang dan Black Campaign
Beberapa laporan pelanggaran yang telah ditindaklanjuti termasuk masalah netralitas pejabat negara dan penyalahgunaan fasilitas negara.
Sejauh ini, beberapa rekomendasi telah dikeluarkan, termasuk satu rekomendasi di Kota Pagaralam dan tiga rekomendasi terkait netralitas pejabat negara.
Terkait pelanggaran kampanye, Ahmad Nafi juga menyoroti kasus penggunaan fasilitas negara dan kegiatan kampanye di tempat ibadah yang sedang diproses.
Selain itu, laporan pelanggaran kampanye melalui media sosial juga sedang ditelusuri.