SUMEKS.CO - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) berhasil mencatatkan kinerja positif pada pengelolaan kualitas asetnya di tengah tantangan perekonomian global yang masih penuh ketidakpastian.
Hingga September 2024, bank pelat merah ini berhasil menurunkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) menjadi 2,90%, sebuah pencapaian yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang berada di angka 3,07%.
Pencapaian ini menegaskan komitmen BRI untuk terus meningkatkan kualitas kreditnya, khususnya dalam menghadapi risiko penurunan kemampuan bayar debitur akibat kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya stabil.
Rasio NPL yang lebih rendah menunjukkan bahwa BRI telah berhasil mengelola portofolio kreditnya dengan lebih baik, mengurangi jumlah kredit yang bermasalah, serta meningkatkan efisiensi dalam proses recovery aset.
BACA JUGA:Bank BRI Terus Menjadi Pilihan Utama Masyarakat di Muratara Berkat Layanan Inovatif
BACA JUGA:BRImo Permudah Transaksi Tarik Tunai Tanpa Kartu, Begini Caranya
Direktur Utama BRI, Sunarso, mengungkapkan bahwa penurunan angka NPL ini seiring dengan turunnya jumlah debitur yang mengalami downgrade, yang sebelumnya masuk dalam kategori kredit "kurang lancar" atau "macet".
Secara kuartalan atau quarter on quarter (qoq), kredit yang mengalami downgrade mengalami penurunan sekitar Rp750 miliar.
Ini menjadi indikasi bahwa upaya BRI dalam mengelola portofolio kredit telah membuahkan hasil yang signifikan.
Sunarso menjelaskan beberapa strategi yang diterapkan oleh BRI dalam menjaga kualitas kredit dan menurunkan rasio NPL tersebut.
BACA JUGA:BRI Hadirkan Tabungan Haji: Solusi Perencanaan Keuangan Ibadah Haji
BACA JUGA:BRI Gelar Treasury Banking Summit 2024, Dorong Sinergi Perbankan dan Inovasi Pasar Keuangan Nasional
Menurutnya, proses pengelolaan kredit dilakukan dengan pendekatan yang sangat selektif pada berbagai tahapan, mulai dari pemasaran hingga pengelolaan kredit bermasalah.
Di bagian depan, yaitu proses pemasaran kredit, BRI menekankan pentingnya tetap menumbuhkan portofolio kredit meskipun secara selektif.
Hal ini dilakukan dengan memperketat kriteria penerimaan risiko (risk acceptance criteria) serta proses underwriting.