Akibat longsor ini, aktivitas warga Desa Sri Tanjung sempat terhenti. Jalan yang tertutup material longsor menjadi satu-satunya akses utama bagi warga untuk keluar masuk desa.
Warga yang hendak menuju pasar atau tempat kerja di pusat kota harus menunda perjalanan mereka hingga proses pembersihan selesai. Beberapa kendaraan, termasuk angkutan umum, sempat terjebak di sekitar lokasi longsor hingga proses evakuasi selesai dilakukan.
Salah seorang warga, Hasan (45), mengungkapkan kesulitannya saat longsor terjadi. "Kami tidak bisa ke pasar untuk berjualan, karena jalan tertutup. Harapannya pemerintah bisa lebih cepat dalam menangani bencana seperti ini agar kami tidak terlalu lama terisolasi," keluh Hasan.
Peristiwa ini menjadi peringatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana, terutama di daerah-daerah yang rentan seperti Kecamatan Semende Darat Tengah.
Musim hujan yang diprediksi akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan berpotensi meningkatkan risiko terjadinya bencana alam lainnya.
BACA JUGA:PWI Muara Enim Gelar Pelatihan Jurnalistik dan UU Pers untuk Perangkat Desa
BACA JUGA:Diduga Lalai Saat Bongkar Muat BBM, Truk Solar Ilegal Meledak di Muara Enim, 1 Tewas dan 1 Luka
Gufran dan beberapa tokoh masyarakat di Desa Sri Tanjung berharap agar pemerintah lebih proaktif dalam menyiapkan langkah-langkah antisipasi, termasuk menyiagakan alat berat dan tim tanggap bencana.
"Jika alat berat tersedia di kecamatan, tentu penanganan bisa lebih cepat dan tidak perlu menunggu berjam-jam. Ini sangat penting untuk keselamatan dan kenyamanan warga," tambah Gufran.
Pihak BPBD Muara Enim juga telah menyusun rencana kontingensi untuk menghadapi bencana alam yang mungkin terjadi, terutama di wilayah perbukitan yang rentan terhadap longsor.
Dengan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah, TNI, Polri, dan masyarakat, diharapkan penanganan bencana dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.