Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin.
BACA JUGA:Ini 7 Fakta Mencengangkan Ancaman Megathrust yang Diprediksi Bakal Terjadi di Indonesia
Dalam unggahan itu, hasil analisis dan monitoring dinamika ENSO Samudera Pasifik menunjukkan, La Nina yang berpotensi terjadi dalam kategori lemah.
--
BMKG menyebutkan, iklim Indonesia dipengaruhi oleh penggerak iklim di wilayah regional sekitarnya. Yang mencakup fenomena monsun, Intertropical Convergence Zone (ITCZ) atau Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis, siklon tropis, ENSO (El Nino-Southern Oscillation), IOD (Indian Ocean Dipole), serta fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang atmosfer lainnya.
"Pemantauan parameter setiap fenomena tersebut penting untuk memahami kondisi iklim saat ini dan memprediksinya di masa mendatang di Indonesia," tulis BMKG.
Hasil monitoring BMKG berdasarkan pemutakhiran di dasarian I bulan Agustus 2024, Monsun Asia dalam kondisi tidak aktif dan diprakirakan tetap tidak aktif hingga Dasarian I September 2024.
Sementara Monsun Australia pada Dasarian I Agustus 2024 aktif dan diprediksi tetap aktif hingga Dasarian I September 2024 dengan intensitas hampir sama dengan klimatologisnya.
Terkait Indeks IOD, dilaporkan dalam Fase Netral (Indeks 0,14). BMKG memprediksi IOD Netral akan berlangsung pada periode Agustus 2024 hingga Februari 2025.
Sekedae informasi mengenai La Nina, adalah fenomena alami dalam sistem iklim dunia yang terjadi ketika suhu permukaan laut di wilayah tengah dan timur Samudra Pasifik menjadi lebih dingin dari biasanya.
BACA JUGA:Gempa Megathrust Indonesia Bakal Jadi Bencana Paling Menakutkan, Kekuatan Capai 9,2 Magnitudo?
Penyebab terjadinya La Nina melibatkan interaksi kompleks antara atmosfer dan lautan, dan faktor-faktor utamanya adalah: