Gambaran Umum
SUMEKS.CO - Saat ini kondisi ekonomi global masih terus dibayangi oleh tekanan geopolitik. Ketegangan antara Palestina dan Israel yang melibatkan negara-negara lain di dunia memunculkan kewaspadaan terjadinya perang terbuka meski keduanya berkomitmen untuk melakukan operasi militer terbatas.
Situasi ini memberikan risiko bagi perekonomian dunia karena berdampak terhadap pergerakan harga minyak. Di sisi lain, kondisi ekonomi Amerika Serikat masih tumbuh baik tetapi inflasi belum menurun secara siginifikan pada level yang diharapkan.
Kondisi ini membuat The Fed, Bank Sentral Amerika Serikat, menunda penurunan suku bunga. Maka, kebijakan higher for longer dari The Fed masih akan terus berlangsung.
Salah satu hal yang perlu diwaspadai akibat kebijakan ini adalah kecenderungan arus modal keluar atau capital outflow.
BACA JUGA:Kembangkan Usahamu! Peluang Emas bagi UMKM Ultra Mikro di Era Digital
Keseluruhan dinamika tersebut di atas membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan. IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di angka 3,2.
Sementara OECD dan Bank Dunia memproyeksi di angka yang lebih rendah yaitu 2,9 dan 2,4. Untuk inflasi, proyeksi inflasi dunia rata-rata ada di angka 5,9 dan ini turun dari angka 6,8 di tahun sebelumnya.
Begitu juga untuk inflasi negara-negara maju yang sudah menurun di level 2,6. Sementara untuk negara berkembang, proyeksi inflasi tahun ini ada di level 8,3.
Situasi global yang cenderung melemah ditambah dengan tekanan dari geopolitik, harga komoditas, inflasi, dan suku bunga mempengaruhi kinerja ekonomi dunia, terutama dari sisi manufaktur.
Mayoritas negara dunia PMI Manufakturnya masih kontraktif sekitar 52,2% sementara hanya 47,8 persen yang ekspansif di mana Indonesia masuk di dalamnya.
Selain aktivitas manufaktur yang masih baik, indeks kepercayaan konsumen Indonesia juga masih meningkat di angka 127,7. Ini menunjukkan optimisme masyarakat tetap terjaga tinggi.