Masih dalam siaran pers disebutkan, bahwa penyelesaian perkara melalui Restorative Justice (RJ), merupakan implementasi dari Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
BACA JUGA:Barang Bukti yang Sudah Inkracht Dimusnahkan Kejari OKU Timur
Yang pada dasarnya dalam Pasal 5 ayat (1), penghentian penuntutan berdasarkan RJ telah memenuhi syarat.
Diantaranya yakni, dalam hal terpenuhi syarat tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana dilakukan dengan ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Disebutkan juga dalam Pasal 5 ayat (6) berupa telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara mengganti biaya yang ditimbulkan dari tindak pidana.
Lalu, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka dan Masyarakat merespon positif.
BACA JUGA:Jaksa Kejari OKU Selatan Hadirkan 5 Saksi Kasus Korupsi Alat Pengering Jagung dan Padi
Restorative Justice atau RJ mengedepankan pemulihan hak-hak korban dan mengedepankan sisi humanis Aparat Penegak Hukum (APH) baik itu kepolisian hingga kejaksaan dalam upaya menegakkan hukum.
Sebelumnya, upaya penghentian penuntutan perkara penganiyaan melalui keadilan restorative juga telah dilakukan Kejari Palembang yang dilaksanakan pada 5 Juni 2024 lalu.
Upaya penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restorative atau RJ, dilakukan terhadap dua orang tersangka Novitasari dengan Lutfia Hariani yang saling lapor atas perkara penganiayaan.
Pada giat penyelesaian perkara dilakukan di gelar di ruang aula Baharuddin Lopa lantai II Gedung Kejari Palembang, dipimpin langsung Kasi Pidum Hapis Muhardi SH MH.
Dalam giat penyelesaian perkara melalui Restorative Justice, Kasi Pidum juga menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) kepada keduanya.