Lebih dari itu, kalangan Salafi-Wahabi yang belum memiliki legitimasi regulasi pemerintah dan sosial-religius-pluralistik. Oleh karena itu, hal itu akan lebih mudah tersulut prasangka yang berpotensi mengarah kepada konflik intern-beragama.
BACA JUGA:Jaga Toleransi Antar Umat Beragama di Kota Palembang, Pj Walikota Ratu Dewa Tuai Pujian
Selain itu, karena adanya citra publik (pluralistik-multikultural) yang sangat ‘negatif’ maka sangat berpeluang pula keberadaan salafi-Wahabi berposisi sebagai faktor penguatan pemicu (triger) terhadap proses terjadinya potensi konflik antarumat beragama sehingga sebagai ancaman terhadap kerukunan umat beragama.
Semua pihak, baik para elit-agama, elit-masyarakat, akademisi, politisi, dan pemerintah, perlu lebih fokus memperhatikan pentingnya upaya pencegahan-preventif terhadap potensi konflik intern-umat beragama yang kemungkinan bisa terjadi.
Terlebih, upaya adanya kasus konflik yang belum terpecahkan kiranya menjadi perhatian dan perlunya kebijakan dan tindakan solusi jangka pendek, karena konflik antara dan intern-umat beragama, diibaratkan seperti ‘api dalam sekam, sulit diprediksi yang kapan saja dapat membara’.