Disisi lain, kondisi bencana banjir besar itu juga diibaratkan seperti perang Khandak yang terjadi ada zaman Nabi Muhammad SAW.
Perang yang terjadi antar tahun 627 Masehi tersebut, terjadi antara umat muslim yang menghadapi ancaman serius dari pasukan-pasukan suku Quraisy dan Yahudi disekitar Madinah.
Saat itu, Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya mengambil tindakan pencegahan perang dengan menggali parit-parit disepanjang Kota Madinah.
Menggali parit-parit besar tersebut merupakan ide brilian dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW bernama Salman Al Farisi.
Dia memerintahkan kepada seluruh umat muslim di kota Madinah agar bersatu untuk membuat parit-parit besar, hingga pasukan berkuda dari musuh tidak bisa melewatinya.
Tujuan lain membuat parit besar mengelilingi kota Madinah itu, yakni mempersulit gerakan musuh karena saat itu kota Madinah disebut-sebut sedang mengalami cuaca yang sangat dingin.
Menurut riwayatnya, pasukan muslim di Kota Madinah saat itu tidak merasakan kedinginan.
Hanya bala tentara dari pasukan musuh yang saat itu merasakan cuaca ekstrim, dengan hempasan dinginnya angin dan merubuhkan tenda-tenda dari pasukan musuh.
Kondisi udara yang dingin memberikan keuntungan tambahan kepada pasukan Muslim, karena musuh kesulitan untuk berkemah dan bertempur dalam kondisi cuaca yang sangat buruk.
Selama beberapa minggu, pasukan musuh terjebak di luar parit, tidak mampu menembus pertahanan yang kuat yang telah dibangun oleh umat muslim.
Keberhasilan itu tak bisa terwujud tanpa campur tangan Tuhan. Pasukan musuh yang sebelumnya yakin bisa menghancurkan Madinah terpaksa pulang dengan rasa malu.
Perang Parit bukan hanya mencerminkan kebijaksanaan taktis Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, tetapi juga menunjukkan pentingnya kerjasama, keberanian, dan keberlanjutan perjuangan dalam mempertahankan Islam. (*)