PALEMBANG, SUMEKS.CO - Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Analisis Kebijakan dengan Pemanfaatan Sistem Informasi Penelitian Hukum dan HAM (SIPKUMHAM), Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Selatan (Kanwil kemenkumham Sumsel) melalui Divisi Pelayanan Hukum dan HAM mengadakan Rapat Pembahasan Data dan Informasi SIPKUMHAM.
Rapat SIPKUMHAM yang bertema ”Maraknya Kasus Sengketa Tanah/Lahan di Provinsi Sumatera Selatan” diselengarakan di ruang aula musi Kanwil Kemenkumham Sumsel, Rabu 6 September 2023.
Dibuka oleh Kepala Bidang Hak Asasi Manusia Kemenkumham Sumsel, Karyadi yang menyampaikan bahwa SIPKUMHAM adalah suatu sistem informasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi dan data mengenai permasalahan hukum, HAM, dan terkait layanan publik dengan pengumpulan informasi melalui crawling data secara real-time dari media online dan media sosial.
Dengan adanya basis data yang diperlukan sehingga dapat dibentuk kebijakan bidang hukum dan HAM serta pelayanan publik berbasis bukti, penanganan atau penyelesaian masalah-masalah hukum dan HAM serta pelayanan publik secara tepat dan efisien.
“Setelah dilakukan pembahasan oleh narasumber, saya berharap Bapak dan Ibu dapat memberikan masukan dan solusi mengenai maraknya kasus sengketa tanah/lahan di Provinsi Sumatera Selatan" ujar Karyadi.
Kegiatan dilanjutkan dengan paparan oleh narasumber dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda, Assoc Prof. DR. H. FIRMAN Freaddy Busroh yang dalam paparannya narasumber menjelaskan akar kasus pertanahan yang terjadi mengenai pencegahan dan penanganan kasus pertanahan di Sumatera Selatan diantaranya adalah:
1. Kurang tertibnya administrasi pertanahan dimasa lalu.
2. Ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah.
3. Maraknya mafia tanah.
4. Meningkatnya kebutuhan tanah, sehingga harga tanah tidak dapat dikendalikan karena ulah mafia tanah.
5. Peraturan perundangan pertanahan yang saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun vertical, demikian juga substansi yang diatur.
6. Masih banyaknya terdapat tanah yang diterlantar pemiliknya.
7. Kurang cermat notaris dan pejabat pembuat akta tanah dalam menjalankan tugasnya.
8. Kurangnya persamaan persepsi, pengetahuan hukum, interpretasi hukum para penegak hukum.