Frasa tersebut diungkapkan setelah mengucapkan kalimat dalam topik pembicaraan tertentu.
Kemudian si pembicara akan memasukan kalimat yang mengarah pada tujuan tertentu atau "ngojongi" dalam bahasa Palembang.
Nah, disitulah sebenarnya frasa ujung lapan lancip masuk atau diungkapkan.
BACA JUGA:Asal Usul Lomba Bidar, Bermula dari Persaingan Dua Pangeran Palembang Memperebutkan Gadis Idaman
Contoh kalimatnya dalam bahasa Palembang dengan topik pembahasan mengenai uang.
Pembicara akan bercerita terlebih dahulu. "Ay kemarin tobo ni abes banyak nian pengeluaran, dak karuan lagi. Singgohnyo ontok anak bini makan, beli beras, samo bayar sekolah. Cacam nian abes doet dak bekotek".
Memiliki arti dalam bahasa Indonesia "Kemarin saya ini habis banyak sekali pengeluaran, tidak terhitung lagi. Karena untuk anak istri makan, beli beras, dan bayar sekolah. Miris sekali habis uang tidak bisa bergerak lagi.
Kemudian lawan pembicara biasanya membalas kalimat ungkapan tersebut dahulu "Cacam nian memang kalo abes doet tu pening palak kito. Singgohnyo dak pacak bekotek lagi rasonyo".
BACA JUGA:Asal Usul dan Makna di Balik Lomba Panjat Pinang, Simbol Kekompakan dan Semangat Nasionalisme
Yang berarti "Miris sekali memang kalau habis uang itu pening kepala kita. Alhasil tidak bisa bergerak lagi rasanya".
Setelah itu si pembicara maka mengungkapkan kalinat yang mengarah pada tujuan tertentu. Atau frasa ujung lancip.
"Nah itu kau tau. Mangko itu bantulah kawan dewek. Tobo ni lagi perlu nian dengen doet, pacak dak berasan dulu cak seratos bae".
Dalam bahasa Indonesia. "Nah mengenai hal itu sudah kamu ketahui. Oleh karena itu tolong lah temen sendiri. Saya ini lagi perlu sekali dengan uang, bisa tidak pinjam dulu kira-kira seratus (Rp100.000) saja,".
BACA JUGA:Konon, Banyaknya Biji Emas Di Sungai Musi Jadi Asal Usul Nama Kota Palembang
Bagi lawan bicara yang sadar arah pembicaraan tersebut, maka akan mengatakan atau menyorakkan ujung lapan lancip.
"Nah kauni namonyo ujung lapan lancip," atau "Nah ngojongi kauni".(*)