PALEMBANG, SUMEK.CO - Setiap wilayah umumnya memiliki frasa yang jadi ungkapan dalam bahasa gaul sehari-hari.
Termasuk masyarakat Kota Palembang, Sumatera Selatan, yang telah menciptakan banyak frasa yang memiliki makna dan digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Salah satu frasa yang sering terdengar di Palembang adalah "ujung delapan" atau kadang disingkat menjadi ujung lapan. Variasi lain dari frasa ini yang lengkap yaitu "Ujung Lapan Lancip".
Dilansir dari berbagai sumber frasa ujung delapan memiliki dua versi penyebutan yang umum digunakan. Frasa ini memiliki kaitan dengan makna yang bisa disampaikan dalam percakapan sehari-hari.
BACA JUGA:Kelakar Betok Lawakan Khas Palembang, Wong Kito Galo Wajib Tahu!
Frasa ujung lapan lancip telah ada dan berkembang selama dua dekade terakhir, terutama di kalangan generasi tahun 1990-an. Frasa ini pertama kali muncul pada tahun 1980-an.
Asal usul frasa ini berasal dari lingkungan narapidana di lembaga pemasyarakatan. Pada masa itu, Palembang dan sekitarnya memiliki banyak narapidana dengan kasus penipuan yang serupa.
Kasus ini sering kali terkait dengan Pasal 378 KUHP yang merupakan pasal tentang penipuan.
Oleh karena itu frasa ujung delapan mengacu pada singkatan Pasal 378, dan menjadi cara komunikasi antara narapidana untuk merujuk pada kasus penipuan tersebut.
Makna dari frasa ujung lapan dalam bahasa gaul Palembang adalah berbohong atau tengah menipu lawan bicara.
Frasa ini umumnya digunakan untuk menegaskan jika seseorang mengetahui bahwa orang yang diajak bicara sedang berbohong atau bermaksud menipu dalam tindakan atau keinginan tertentu.
Orang Palembang biasanya mengatakan dan menyorakan pelaku ujung lapan lancip tersebut dengan sebutan bahasa Palembang Mudike atau Ngacipke.
Mudike memiliki arti ujung lapan yang membohongi lawan bicara dalam sebuah percakapan.
BACA JUGA:Sejarah Angkot Di Kota Palembang, Begini Asal Mula Istilah Opelet dan Mobil Ketek