“Mereka berangkat dengan visa Indonesia berkuota tinggi. Visa ini tentunya dikeluarkan oleh pihak Saudi berdasarkan nomor kuota negara tersebut,” jelasnya. Untuk visa
Mujamalah ini berlaku bagi penerima undangan dari pemerintah Arab Saudi. Hilman menjelaskan, setiap tahun pemerintah Arab Saudi mengirimkan undangan visa haji mujamalah kepada berbagai pihak di berbagai negara pengirim jemaah haji, termasuk WNI yang menampungnya.
“Peraturannya, keberangkatan jemaah haji dengan visa mujamalah harus dilakukan melalui Penyelenggara Haji Khusus (PIHK) dan harus dilaporkan ke Menteri Agama,” ujarnya.
Pengaturan ini, lanjut Hilman, juga sejalan dengan kebijakan Arab Saudi. Pemerintah setempat menetapkan bahwa layanan haji hanya tersedia bagi pemegang visa haji, warga negara Saudi (KTP) dan orang asing yang tinggal di Arab Saudi (kartu Iqama).
Sedangkann pemegang visa lainnya dilarang menunaikan ibadah haji.
Seperti Visa Kunjungan Arab Saudi, Visa Turis, Visa Kunjungan Bisnis, Visa Kunjungan Keluarga, Visa Kunjungan Pribadi, Visa Transit, Visa Beberapa Kunjungan, Visa Kunjungan Tunggal, Visa Saat Kedatangan, Visa Umrah dan Visa Sementara.
Untuk diketahui, Arab Saudi juga telah membuat empat jenis paket layanan haji bagi warga negara Saudi atau WNA.
Paket hanya mencakup layanan akomodasi dan konsumsi enam hari di Arafah, Muzdalifah dan Mina, mulai dari Rp 33 hingga 53,6 juta. Juga, paket akomodasi dan layanan konsumen untuk Arafah dan Muzdalifah saja (tanpa Mina) dibanderol sekitar Rp 16 juta. (ckm./*)