Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief mengatakan, diminta akan mengupayakan formula biaya haji yang proporsional.
Upaya ini perlu dilakukan seiring meningkatnya pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji.
“Kita akan menerapkan prinsip pembiayaan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Angkanya akan kami formulasikan dengan mitra kami di Komisi VIII dengan mempertimbangkan berbagai aspek,” jelasnya.
Menurut Hilman, prinsip keadilan dan kesinambungan sangat penting karena saat ini tercatat ada sekitar 5,2 juta JCH lagi yang masih dalam antrean.
Ada rincian komponen dari penolakan BIPH 2023 sebesar Rp69.193.733,60 per jemaah yakni, ongkos penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) Rp33.979.784 kendaraan di Mekah Rp18.768.000. udara di Medinah Rp5.601.840. Biaya hidup Rp4.080.000 (1.000 Riyal), visa Rp1.224.000 dan Paket Layanan Masyair Rp5.540.109,60.
“Usulan ini untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji,” tutur Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas.
Dengan komposisi 30 persen dana manfaat dan 70 persen ditanggung jemaah, pemerintah menilai dana di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak akan tergerus.
Pemerintah juga beralasan usulan biaya haji disebabkan oleh faktor istitha'ah.
“Soal istitha'ah, kemampuan menjalankan ibadah. Haji itu jika mampu. Kemampuan ini harus terukur, kami mengukurnya dengan nilai segitu,” sambungnya.
Untuk biaya hidup (biaya hidup) jemaah haji 2023 dalam saran itu diturunkan jadi 1.000 Riyal atau sekitar Rp4,08 juta. Biasanya, tiap jemaah mendapat 1.500 Riyal.
Terlebih, kuota jemaah haji 2023 sudah normal kembali.