BACA JUGA:SesKemenKopUKM Sebut Ada 10 Ide Pokok Sebagai Penyempurna UU Perkoperasian
Noffendri mengatakan, seharusnya yang paling dikejar dalam kasus ini adalah pemasok bahan baku obat yang dinilai sebagai penanggung jawab utama kasus gagal ginjal akut di Indonesia.
“Jadi, mestinya kita harus tahu tangan pertamanya siapa sih. Itu yang mesti dikejar, supplier (pemasok) bahan bakunya,” kata Noffendri dilansir dari Antara, Jumat 11 November 2022.
Noffendri menilai perusahaan yang bergelut di industri farmasi merupakan korban dari peredaran barang palsu.
Menurutnya, ia sempat bertanya, jika terima bahan bakunya (pelarut propilen glikol) seperti perusahaan lain, ada sertifikat analisisnya.
"Kemudian, di sertifikat itu kan pasti tercantum kandungannya (etilon glikol/EG dan dietilen glikol/DEG) itu di bawah kadar yang batas toleransi. Artinya, secara sertifikat memenuhi syarat,” kata Noffendri.
Akan tetapi, tutur Noffendri melanjutkan, karena propilen glikol merupakan bahan baku tambahan, bukan bahan baku yang berkhasiat maka pemeriksaannya tidak begitu ketat.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Gempa 6.8 Magnitudo Guncang Enggano Bengkulu
Oleh karenanya, perusahaan jarang melakukan pengujian cemaran, kecuali di perusahaan-perusahaan besar karena memiliki alat untuk melakukan pengujian tersebut.
“Ini balik lagi ke manajemen risiko perusahaannya,” ucap Noffendri.
Oleh karena itu, kata Noffendri, pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus gagal ginjal akut pada anak adalah para pemasok.
“Jangan framing industri farmasi atau pedagang farmasi itu yang melakukan kejahatan. Itu kan lebih kepada ketidakhati-hatian mereka menerima pemasoknya. Mereka dapatnya pemasok yang nakal, seharusnya itu yang diperiksa. Semestinya begitu,” kata Noffendri. (fin)