Indonesia v Curacao, Peringkat ke-84 Lawan Peringkat ke-155 FIFA

Sabtu 24-09-2022,08:31 WIB
Editor : Mahmud

BACA JUGA:Gubernur Sumsel Minta Pemda Sosialisasikan Mobile Intellectual Property Clinic 

Wajar saja. Curacao negara baru. Berdaulat, otonom, tapi masih di bawah pengaruh Kerajaan Belanda. Curacao pun baru menjelma menjadi negara baru, setelah memisahkan diri dari Antilles Belanda, 10 Oktober 2010 lalu.

Wilayahnya kecil. Terletak di Karibia, luasnya hanya 444 km. Dua kali wilayah Kota Bogor saja. Penduduknya? Kira-kira sestadion Narendra Modi di Ahmedabad, India. Hanya 155 ribu.

Tapi, dalam konteks sepakbola, mereka negara hebat. Jika ungkapan klasik di kita masih sulit mencari 11 pemain dari 275 juta penduduk, mereka memiliki tim yang kuat. Tak sulit bagi Curacao menemukan 11 pemain dari 155 ribu warganya.

Jika sebagian orang menilai peringkat FIFA bisa saja bias, maka tanyalah kepada Gregg Berhalter, bagaimana kekuatan Cucarao. 

Berhalter adalah pelatih timnas Amerika Serikat di Piala Emas Concacaf 2019 lalu, turnamen terakhir yang diikuti Cucarao.

BACA JUGA: Banding Diterima, Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Tetap Layangkan Kasasi

“Kalian ingin kami habis-habisan dan mengalahkan mereka 5-0. Tapi kami tahu, ini akan jadi pertandingan yang berat. Mereka tahu tak ada lagi jika mereka kalah,” katanya.

AS adalah lawan Curacao di perempat final Piala Emas Concacaf 2019 itu. Mereka beruntung, main di hadapan publik sendiri. Mereka juga sangat beruntung memiliki kiper Zack Steffen. Empat kali dia melakukan penyelamatan gemilang. Kalau tidak, Curacao sudah melaju ke perempat final. Curacao hanya kalah tipis 0-1.

Remko Bicentini, pelatih Curacao yang saat itu juga menangani timnas di Piala Emas Concacaf, bangga dengan performa pasukannya. Bukan hanya nyaris mengalahkan AS –yang akhirnya maju ke final sebelum dikalahkan Meksiko, tapi juga karena penampilan di penyisihan grup.

Jika di edisi sebelumnya, 2017, Curacao selalu kalah dan tak mencetak sebiji gol pun, kali ini mereka lolos ke perempat final tanpa kebobolan satu gol pun.

Curacao memiliki pemain bagus. Rata-rata berkiprah di Belanda. Sebagian adalah yang lahir di Negeri Dam itu. Tak heran, sebagian di antara mereka berkiprah di klub-klub Belanda.

Ada yang main di level tertinggi, Eredivisie, ada pula yang di bawahnya. Satu yang kian bersinar adalah Quilindschy Hartman. Sayangnya, Feyenoord, satu dari tiga klub terbaik Belanda, tak melepasnya melakukan debut bersama Curacao di Indonesia karena masih harus memulihkan cedera.

Tak sedikit pula yang merumput di liga-liga lainnya di Eropa. Dua bersaudara Leandro dan Juninho Bacuna main di klub Inggris. Leandro main di klub kasta tinggi semisal Aston Villa, Reading, dan Cardiff City. Juninho memperkuat Birmingham City.

Timnas mereka juga dibangun pelatih-pelatih hebat. Tentu dengan memanfaatkan koneksi Belanda. Dua nama terkenal pernah menukangi: Guus Hiddink dan Patrick Kluivert. Hiddink, salah satu pelatih terbaik Belanda, bahkan menjadikan Curacao sebagai tim terakhir yang dia tangani sebelum pensiun.

Dengan kondisi seperti itu, tak ada alasan “mengecilkan” makna uji coba timnas lawan Curacao ini.

Kategori :