MAKASAR — AJI Indonesia dalam postingan di Instagramnya memuat gambar bertuliskan #BlokirKominfo sebagai bentuk penolakan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020.
Peraturan itu menjelaskan tentang setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, baik domestik maupun asing wajib mendaftar sebelum melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
BACA JUGA:Google, Facebook dan Twitter Terancam Diblokir Kominfo per 20 Juli, Ya Kita Tunggu Saja
Dalam postingan Instagram AJI Indonesia setidaknya ada 10 poin penjelasan:
Pertama, AJI Indonesia menjadi bagian dari Koalisi Advokasi Permenkominfo 5/20 mengkritik regulasi ini dikarenakan Kominfo tidak mendengar aspirasi publik. Bahkan, Kominfo mengancam akan memblokir PSE yang tidak mendaftar hingga 20 Juli, hari ini.
Kedua, Perkominfo tersebut tidak hanya berlaku pada platform medsos, tetapi dapat berisiko pada situs-situs berita.
Ketiga, eits, ini bukan sekedar urusan mendaftar, lho. Ada dampak lebih serius. Kalau udah daftar, artinya mesti tunduk pada Permenkominfo tersebut.
Keempat, pasal 9 ayat (3) dan (4) misalnya, mengatur bahwa PSE tidak memuat informasi yang dilarang. Kriteria yang dilarang antara lain yang melanggar undang-undang, meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum.
BACA JUGA:Kemenkominfo dan Siberkreasi Gelar Webinar Tips Merubah Hobi Jadi Bisnis
Kelima, ketentuan “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum” ini karet alias lentur banget. Bagaimana standarnya? Siapa yang memiliki wewenang menilainya?
Keenam, konsekuensinya bisa jadi berita atau konten yang mengungkap soal isu pelanggaran HAM seperti di Papua, pada kelompok LGBTQ atau liputan investigasi bisa dianggap meresahkan, mengganggu, atau dinilai hoaks oleh pihak-pihak tertentu, atau bahkan oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum.
Ketujuh, Pasal berbahaya lainnya yakni Pasal 36 ayat (3) menyebutkan bahwa PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Konten Komunikasi yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum. Ayat (5) menyebut, PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Pribadi Spesifik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum.
Delapan, artinya, aparat bisa mengakses dan mencampuri data pribadi. Ini dapat membuka ruang pelanggaran hak privasi, termasuk pada jurnalis-jurnalis yang menjadi target. Apalagi dalam Permenkominfo tersebut, tidak mengatur mekanisme publik untuk komplain atas penyalahgunaan wewenang tersebut.
Sembilan, jadi singkatnya, Permenkominfo 5/2020 dapat disalahgunakan untuk membungkam kelompok yang mengkritik pemerintah, termasuk media.
Sepuluh, oleh karena itu, AJI menjadi bagian dari Koalisi mengajak netizen untuk mengganti foto profilnya dengan gambar #BlokirKominfo. (MG2/Fajar)