SUMEKS.CO- Bagaimana tanggapan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyusul hebohnya dugaan penyelewengan dana oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT)? Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti, mengatakan, perlu pengawasan ketat dan berlapis.
"Memang harus diperkuat dan kemudian pengawasan oleh lembaga apakah itu independen atau lembaga khusus sangat diperlukan agar hal serupa tidak akan terjadi di masa yang akan datang," kata Abdul kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Abdul menyatakan pengawasan yang saat ini diterapkan belum maksimal. Selama ini lembaga filantropi sebagian berada di bawah pengawasan Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Sosial (Kemensos).
Ia lantas memberi contoh pada lingkup perbankan dan keuangan yang mempunyai lembaga khusus untuk pengawasannya, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, lingkup filantropi juga harus punya pengawasan berlapis.
BACA JUGA:Polisi: ACT Duga Selewengkan Dana Ahli Waris Korban Lion Air
"Itu kan ada pengawasan yang berlapis lapis misalnya ada OJK, sebagai lembaga yang tidak hanya mengawasi government dari dunia perbankan, tetapi juga berbagai hal yang secara government dianggap patut atau tidak patut dalam hal penyelenggaraan," jelasnya.
BACA JUGA:Diberitakan Selewengkan Dana, ini Klarifikasi Petinggi ACT
Abdul berkata penyelewengan dana rentan terjadi di lembaga filantropi. Selain karena kurangnya pengawasan, ia menyebut ada pergeseran orientasi lembaga. "Menurut saya ketidakpatutan itu terjadi karena memang ada persoalan pergeseran orientasi dan mungkin penurunan moralitas dari sebagian kecil mereka yang menjadi penyelenggara atau pengelola lembaga filantropi," ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah petinggi ACT diduga menyelewengkan dana donasi. Uang donasi yang disalurkan ACT tidak sesuai dengan jumlah yang digalang. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.
PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan negara juga mengatakan ada masalah keuangan di lembaga itu. Beberapa di antaranya bahkan diduga terkait masalah terorisme.
Terkait hal ini, ACT mengakui pihaknya mengambil lebih dari 12,5 persen donasi sebagai dana operasional lembaga. Padahal, berdasarkan Fatwa MUI No. 8 Tahun 2011, amil zakat hanya boleh menerima 1/8 atau sekitar 12,5 persen dari hasil yang diterima.
Sementara itu, Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan menyatakan bahwa sumbangan dari publik yang boleh diambil maksimal 10persen.(yla/pmg/cnn)